Hal itu disampaikan Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Gerindra, Martin Hutabarat, di gedung DPR, Senayan, Jakarta, (Rabu, 23/5).
Martin pun menilai, selain sebagai hak prerogatif, presiden tentu sudah mempertimbangkan masukan Mahkamah Agung terkait grasi tersebut.
"Saya rasa wajar-wajar saja, tidak ada yang perlu dikomentari. Tidak berlebihan. Alasan pemberian grasi itu masuk akal. Negara Eropa memang sangat peduli kepada warganya," kata Martin.
Martin menceritakan, pada saat mengunjungi Lembaga Pemasyarakatan Krobokan Bali, dirinya bertemu langsung dengan Corby. Lewat informasi beberapa orang petugas disana, kata Martin, Corby memang sangat dikenal di sana.
"Kelakuannya baiklah disana," ungkap Martin.
Martin berharap, ke depan pemberian grasi dipermudah. Apalagi kepada terpidana kasus narkotika.
"Ke depan, perlu ada semacam perjanjian internasional untuk mengatur soal hukuman dan apa sebetulnya narkotika yang dilarang itu," jelasnya.
Schapelle Corby ditangkap membawa ganja seberat 4 kg di Bandar udara Ngurah Rai, Bali, pada Oktober 2004. Karena perbuatannya itu, Pengadilan Negeri Denpasar mengganjar Corby 20 tahun penjara karena terbukti menyelundupkan ganja dari Australia.
Pihak Corby mengajukan grasi setelah dinyatakan mengalami gangguan jiwa oleh dua dokter berbeda. [zul]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.