Akusisi Saham Ciptakan Konflik Lahan di Karawang

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Rabu, 25 April 2012, 22:35 WIB
RMOL. PT Agung Podomoro Land Tbk (PT APL), sebagai pengembang properti terkemuka di Indonesia telah melakukan kesalahan dalam mengakusisi sebagian saham PT Sumber Air Mas Pratama (SAMP), perusahaan yang mengklaim sebagai pemilik tanah kurang lebih 350 hektar di Karawang. Tanah itu merupakan tanah milik warga yang masih dalam status sengketa.

Ketua Jaringan Masyarakat Peduli Hukum dan Koordinator Aliansi Elemen Masyarakat Karawang, Yono Kurniawan, menjelaskan, tertanggal 17 April 2012 PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) telah membuat perjanjian pengikatan jual-beli saham dalam rangka akuisisi 55 persen saham di PT Sumber Air Mas Pratama (SAMP) senilai Rp 216 miliar.

Saat itu pula, Presiden Direktur dan CEO Agung Podomoro, Trihatma Kusuma Haliman, dalam keterangannya di berbagai media menyebutkan bahwa perusahaan yang diakuisisi (PT SAMP) memiliki 342 hektar tanah di Karawang Barat, Jawa Barat, yang akan disiapkan untuk kawasan industri. Menurutnya, hal itu dilakukan karena permintaan untuk kawasan industri di Indonesia terus meningkat. Hal ini menjadi pertimbangan perseroan untuk mengambil bagian dalam sektor yang cukup 'seksi' ini.

Pernyataan resmi yang mengklaim telah melakukan akuisisi PT SAMP beserta tanah seluas 342 Hektar di Karawang (meliputi tiga desa di Kabupaten Karawang, yaitu Desa Wanakerta, Desa Wanasari, dan Desa Margamulya) dianggap keliru oleh berbagai elemen masyarakat Karawang. Pernyataan itu hanya akan memperkeruh persoalan sengketa lahan yang saat ini sedang diperjuangkan warga, karena klaim tanah yang dimiliki oleh PT SAMP adalah sebuah kebohongan.

"Masyarakat pemilik tanah merasa belum pernah melakukan pelepasan hak atas tanah yang mereka miliki dan kuasai, Masyarakat siap membuktikan hal tersebut," terang Yono Kurniawan dalam penjelasan pers kepada wartawan, Rabu (25/4).

Dia menyampaikan kekecewaan atas pernyataan dari Presdir Agung Podomoro Land di berbagai media massa karena akan memicu sengketa dan menganggap ini sebuah kebohongan yang sengaja disebarkan ke publik untuk kepentingan tertentu.

"Tidak ada dasar dan landasan apapun yang mampu membenarkan bahwa PT SAMP memiliki tanah seluas 342 hektar di Karawang," ucapnya.

Dia tegaskan, PT SAMP tidak memiliki sertifikat dalam bentuk apapun. Perlu diketahui, Permohonan Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang dilakukan PT SAMP pun selalu ditolak oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Lalu, putusan pengadilan yang inchraht pun yaitu putusan PK. No. 160 PK/PDT/2011, amarnya berbunyi “Bahwa dalam gugatan rekonvensi Penggugat ada tanah-tanah milik orang lain yang tidak merupakan pihak dalam perkara ini, maka dengan sendirinya tidak dapat dipandang sebagai milik mutlak Termohon Peninjauan Kembali."

"Apakah Agung Podomoro Land tidak mengetahui hal ini, yang sudah makan garam di bidang property?" tanyanya.

Perlu diketahui, para pihak dalam perkara itu 49 orang masyarakat dengan objek perkara sekitar 65 hektar, artinya di luar para pihak dan objek perkara tersebut putusan PK menyatakan itu bukan milik mutlak PT SAMP. Sangat aneh ketika PT SAMP tiba-tiba mengatakan 342 Hektar miliknya.   

"Tidak hanya itu, hingga saat ini PT SAMP masih memupuk beragam permasalahan dengan masyarakat di Karawang. Terbukti dengan demonstrasi ribuan warga ke kantor BPN Karawang, Pengadilan Negeri Karawang, DPRD dan Kantor Bupati, pada tanggal 13 maret 2012, dan pada tanggal 21 Maret," ungkapnya.

Perlu kami sampaikan, demo penggarap tanah seluas 350 Ha yang dilakukan warga Desa Wanakerta, Wanasari, Margamulya, Kecamatan Telukjam Barat tersebut,  berbuntut dikeluarkannya nota dinas kepada PT SAMP oleh  Bupati Karawang, H.Ade Swara yang isinya melarang perusahaan tersebut membebaskan tanah di tiga desa tersebut. Yang mana sebelumnya pihak Pengadilan Negeri (PN) Karawang pun belum melaksanakan eksekusi putusan MA karena masih mempelajari berkas menyusul adanya perkara gugatan di obyek tanah yang sama.

Setelah itu, Kamis (15/3) tiga hari pasca aksi demo, Bupati Karawang menerbitkan surat bernomor 593/901/Pem sebagai dasar untuk memperkuat nota dinas tersebut, serta membuat sebuah keputusan bersama dari hasil rapat koordinasi tindak lanjut aspirasi warga tiga desa di ruang rapat Sekretaris Daerah Pemkab setempat yang dihadiri unsur PN, Komisi A DPRD, BPN, Bagian Pemdes Karawang, Camat Telukjambe Barat, Kepala Desa Wanasari dan Wanakerta.

Isinya menyatakan bahwa izin lokasi berdasarkan surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Cq Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang pemberian izin lokasi dan pembebasan tanah untuk kawasan industri kepada PT SAMP seluas 500.000 hektar yang terletak di empat desa Kecamatan Telukjambe dalam rangka penanaman modal dalam negeri yang dimiliki PT SAMP saat itu hanyalah berlaku selama 2 tahun sejak tanggal ditetapkan, oleh karena itu atas SK dimaksud sudah tidak mempunyai kekuatan hukum.

Atas dasar itulah, masyarakat menyampaikan bahwa PT SAMP tidak memiliki hak apapun atas lahan tersebut, serta tidak dapat melakukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan tanah tersebut, apalagi memperjualbelikan lahan itu dengan melakukan akuisisi dengan PT APL.

"Kami siap melakukan perlawanan dan kami tegaskan kami tidak takut dengan risiko apapun yang akan kami hadapi walau ini akan menjadi kasus konflik tanah yang lebih besar dibanding kasus berdarah Mesuji, maupun kasus Bima," tandas Yono.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA