PKS dinilai telah mengundurkan diri secara tidak langsung. Hal ini berdasarkan butir kelima dalam kontrak koalisi. Disebutkan, apabila tidak ada pernyataan mundur dari PKS, dianggap sudah mundur tanpa harus menunggu pernyataan SBY.
Namun hal itu dibantah Ketua Fraksi PKS Sohibul Iman di Jakarta (Jumat, 6/4).
"Jadi pada akhirnya, keputusan di tangan Ketua Setgab (SBY). Karena itu kami menunggu. Dan juga harus diketahui, jangan melihat hanya isi itu saja. Jadi dokumen kontrak koalisi itu banyak item-itemnya. Diantaranya butir ke-5 ini," sebutnya.
Menurutnya, siapapun anggota Setgab koalisi yang mempunyai sikap berbeda, harus diberikan hak jawab. Karena itu, tidak masuk akal PKS dievaluasi tapi tidak diberi hak jawab. "Artinya PKS tak diundang dalam satu meja yang sama untuk menjelaskan, (mengapa) kami berbeda," tandasnya.
Selain itu, sambungnya, publik dan Setgab juga harus tahu kenapa PKS sampai pada kesimpulan menolak kenaikan harga BBM. PKS juga mensinyalir anggota Setgab ada yang tidak taat pada aturan.
"Kami juga bisa menjelaskan banyak proses yang sebetulnya ingin dikomplain. Ingin merujuk pada aturan kontrak kita dan itu bisa diskusikan. Itulah hak jawab kami yang seharusnya diberikan," demikian Shohibul Iman.
Sebelumnya, pengamat politik Saleh Partaonan Daulay, menyatakan Presiden SBY dan pimpinan Setgab tidak fair memvonis PKS melanggar aturan tapi tidak dimintai hak jawab. Supaya adil, harusnya PKS dilibatkan dalam pertemuan itu. PKS diberi kesempatan menyampaikan hak jawab dan klarifikasi kenapa dia menolak kenaikan harga BBM.
"Jangan-jangan PKS punya argumentasi yang rasional. Toh, opsi yang dipilih partai koalisi juga tidak menyelesaikan masalah pemerintah," ujar Saleh kepada Rakyat Merdeka Online (Rabu, 4/4). [zul]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: