Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dipastikan akan berdampak kepada petani kelapa sawit, baik langsung atau tidak langsung .
Dampak langsung akan dirasakan petani yang menjual tandan buah segar (TBS) kelapa sawit ke pabrik kelapa sawit (PKS). Beban biaya angkut otomatis akan mengalami kenaikan dan menjadi lebih mahal sehingga otomatis mengurangi keuntungan yang diperoleh petani. Karena harga jual TBS relatif tetap.
Sedangkan bagi petani kelapa sawit yang menjual TBS-nya kepada "pengumpul" mengalami tekanan pada harga jual TBS-nya. Karena pengampul membeli TBS petani dengan harga yang lebih murah dengan alasan adanya beban ongkos angkut yang bertambah akibat penaikan BBM.
"Fakta di atas serupa dihadapi petani kelapa sawit pada penaikan BBM 2005 lalu," ujar Dewan Pakar Asosiasi Petani Kelapa Sawit Seluruh Indonesia (Apkasindo) Dahnil Anzar Simanjuntak kepada Rakyat Merdeka Online (Rabu, 28/3).
"Nah, kebanyakan petani kelapa sawit kecil tidak menjual TBS-nya kepada ke PKS secara langsung tetapi menjual ke pengumpul. Akibatnya tekanan harga jual TBS yang rendah akan banyak dialami oleh petani kelapa sawit. Sehingga petani mengalami penurunan pendapatan yang signifikan," sambungnya.
Kedua, kenaikan harga BBM ini akan berdampak secara tidak langsung kepada para petani kelapa sawit. Kenaikan harga BBM yang berujung pada inflasi ini mengakibatkan daya beli petani turun drastis. Karena, dari sisi pendapatan, tertekan oleh harga TBS yang kemungkinan turun seperti yang petani hadapi pada periode 2005 dulu.
"Ditambah lagi pukulan inflasi yang tinggi yang menurunkan daya beli petani kelapa sawit. Pendapatan sudah turun, harga-harga komoditas pangan dan transportasi juga naik, maka petani kelapa sawit dan petani komoditas lainnya adalah korban paling terpukul karena penaikan BBM ini," tandas Dahnil. [zul]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: