Pengadaan tanah yang disektoralisasikan rezim menjadi kekuasaan dan kesewenangan tiada batas dalam mengeluarkan hak-hak baru dan izin usaha-usaha produksi pertambangan, perkebunan, kehutanan, infrastruktur dan kawasan industri.
Hal itu dikemukakan Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria Idham Arsyad lewat keterangan tertulis yang diterima sesaat lalu (Senin, 26/12).
"Kenyataan ini berakibat pada hilangnya akses warga (petani) atas tanah sebagai sumber utama hidup dan habitatnya. Kasus Senyerang, Mesuji dan Bima adalah akibat. Sementara ketimpangan struktur agraria yang terjadi adalah sebab," jelasnya.
Dia menjelaskan, saat ini, 71,1 persen luas daratan Indonesia masuk dalam kawasan hutan. Dari 71,1 persen kawasan hutan itu, lebih 25 juta hektar dikuasai Hak Pengusahaan Hutan dan lebih 8 juta hektar dikuasai Hutan Tanaman Industri. Selain itu, 12 juta hektar dikuasai perkebunan besar sawit.
Sementara, tegasnya, 85 persen petani kita adalah petani tak bertanah dan petani gurem atau berlahan sempit. Karena itu, dia menyimpulkan, negara telah salah urus.
"Pembiaran terhadap ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pengelolaan tanah serta sumberdaya alam di dalamnya hanya melahirkan dan menyuburkan tebaran konflik dan sengketa agraria di negeri ini," tandasnya.
[zul]
BERITA TERKAIT: