"Sulit memahami logika kepolisian yang mengatakan itu sebagai bentuk penegakan hukum. Ingat, polisi bersenjata lengkap dalam menyikapi warga yang menyuarakan penentangannya terhadap operasi perusahaan tambang PT Sumber Mineral Nusantara. Warga punya hak warga untuk mengajukan keberatan," kata Direktur Eksekutif MAARIF InstituteFajar Riza Ul Haq kepada
Rakyat Merdeka Online (Sabtu, 24/12).
Menurut Fajar, blokade Pelabuhan Sape oleh warga merupakan ekspresi kefrustasian mereka dalam mencari keadilan. Warga melawan sikap pemerintah dengan menduduki fasilitas umum agar didengar. Ini adalah pembangkangan sipil yang bisa mereka lakukan.
Menurut data koalisi LSM, penentangan warga Sape terhadap proyek penambangan sudah disuarakan sejak tahun 2008. Awal tahun ini Front Rakyat Anti Tambang sudah mendesak Pemda Bima untuk mencabut surat izin perusahaan Sumber Mineral Nusantara.
"Pemerintah harus segera tanggap, karena makin banyak kasus yang bersumber dari kekecewaan masyarakat dalam memperjuangkan hak-hak sosial ekonominya. Modus menduduki fasilitas umum akan menjadi tren jika pemerintah terus menerus tidak peka," kata Rizal lagi.
Rizal sangat menyesalkan karena Kepolisian tidak mau belajar, terlebih kasus Mesuji masih jadi sorotan publik. Terulangnya peristiwa-peristiwa berdarah yang memakan korban nyawa masyarakat memperlihatkan kelumpuhan mekanisme birokrasi dan kematian nurani aparat. Terlebih, masih kata Rizal, dari sisi moral tindakan aparat negara menumpahkan darah dan merenggut nyawa manusia dalam suasana hari suci agama apa pun sangat melukai nurani kemanusiaan.
[dem]
BERITA TERKAIT: