Menteri Bermasalah Enaknya Diapain Ya?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Rabu, 14 September 2011, 10:55 WIB
<i>Menteri Bermasalah Enaknya Diapain Ya?</i>
ilustrasi
RMOL. Beberapa kementerian tengah dirundung perkara hukum. Yang teranyar adalah kasus suap yang melibatkan pegawai Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pimpinan Muhaimin Iskandar (Ketum PKB) yang didahului kasus suap di Kementerian Pemuda dan Olahraga yang menyeret sekretaris Menteri Andi Mallarangeng (kader Demokrat).

Muncul desakan agar Presiden SBY segera mengeluarkan kebijakan tegas terhadap menteri-menterinya yang saat ini pecah konsentrasi akibat kasus hukum di kementeriannya atau mereka yang sering blunder dan merugikan citra pemerintah.

Ada slogan yang umum di kalangan pemimpin berintegritas, bahwa kesalahan anak buah tidak dapat dilepaskan dari tanggungjawab pemimpinnya. Sementara ini menteri-menteri SBY yang kementeriannnya bermasalah cuma sibuk menyelamatkan diri dari tanggungjawab itu, atau dalam bahasa anak muda sekarang, sibuk ngeles aje. Mereka tidak sadari bahwa birokrasi busuk yang korup telah menjadi bagian dari masalah bangsa ini.

Korupsi birokrasi itulah yang menjadi beban tinggi masyarakat pengguna pelayanan publik. Sayangnya, saat meluncurkan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan  Ekonomi Indonesia (MP3EI) di Jakarta Convetion Center (JCC) Mei lalu, Presiden SBY tidak tegas menyebut korupsi birokrasi dalam salah satu dari lima jenis penyakit birokasi yang selama ini dinilai menghambat investasi dan pembangunan. Lebih disayangkan lagi, SBY tidak tegas kepada menteri-menterinya yang gagal membersihkan lapisan di bawahnya dari penyakit korupsi.

Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia, Iberamsyah, meminta Presiden SBY segera mengeluarkan kebijakan tegas terhadap menteri-menterinya yang saat ini pecah konsentrasi akibat kasus hukum di kementeriannya atau mereka yang sering blunder dan merugikan citra pemerintah.

"Para menteri itu jadi terbeban karena mereka konsentrasinya pecah mikirin pelangaran korupsi dan macam-macamnya disamping kemampuan mereka yang pas-pasan," kata Iberamsyah.

Dia juga berpendapat, menteri-menteri yang masih mempertahankan posisinya di teras partai politik lebih besar kemungkinannnya terjerat korupsi.

"Loyalitas mereka antara ke partai dan pengabdian pada pemerintah, tidak jelas. Seharusnya menteri loyalitasnya ke pemerintah saja. Karena mereka masih aktif di partai, membuka peluang permainan anggaran negara untuk disalurkan ke partai," urainya.

Sedangkan pihak Istana Negara menegaskan bahwa Presiden terus menerus mengevaluasi kasus-kasus korupsi yang terjadi di kementerian-kementerian. Yang terakhir di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

"Menterinya sendiri seyogyanya bisa memberikan klarifikasi terhadap apa yang terjadi di kementeriannya. Apa yang dilakukan oleh Menpora (Andi Mallarangeng) beberapa waktu lalu, terkait kasus di Kemenpora, itu pro aktif dan melakukan klarifikasi sangat diapresiasi. Seperti itu yang disampaikan presiden," ujar Jurubicara Presiden SBY, Julian Aldrin Pasha, Rabu (7/9).

Apakah segitu saja sikap SBY yang paling tegas? Padahal, di sisa dua tahun efektif periode pemerintahan SBY-Boediono, dituntut satu revolusi birokrasi yang mampu mewujudkan mimpi pemberantasan korupsi yang notabene jargon utama SBY dan Partai Demokrat. Menteri-menteri berkhianat pada SBY? Tapi opini publik terlanjur menuduh SBY-lah yang membiarkan semua itu terjadi karena sifat tidak tegas yang melekat.

"Saya prihatin, Presiden SBY banyak dikhianati bawahan," tuding pemimpin Pondok Pesantren Bustanul Ulum Al-Ghozali, Wuluhan, Jember, Jawa Timur, KH Moh Sodiq.

Kita ingat, pada Oktober 2009 tidak lama setelah Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden 2009-2014, SBY menguraikan tugas dan tanggung jawab sekaligus menanyakan kesanggupan para calon menteri. Pertemuan di Puri Cikeas itu dilanjutkan dengan penandatangan Kontrak Kinerja dan Pakta Integritas di atas materai. Yang kita pertanyakan, apakah salah satu poin pakta integritas itu memuat komitmen para menteri untuk menjaga lembaganya bersih dari praktik haram korupsi, beserta sanksi apa yang harus diberikan kepada menteri bersangkutan kalau praktik itu terjadi.

Karena ketidategasan SBY dan ketidakjelasan isi Pakta Integritas itulah maka diperlukan dorongan dari rakyat banyak kepada misi pembersihan birokrasi. Tentu saja, langkah paling sederhana dan mempunyai dampak psikologis yang signifikan adalah tindakan mesti tertuju langsung pada menteri yang gagal membersihkan lembaganya dari tikus kantor. Sementara, biarkan sanksi hukum tepat mengena ke individu birokrat yang bersalah.

Dari dasar pemikiran itulah, Rakyat Merdeka Online menggelar poling yang menanyakan kepada publik tentang apa yang harus dilakukan Presiden SBY terhadap menteri-menteri yang gagal mencegah, atau mungkin terlibat dalam, berbagai kasus suap dan korupsi di kementerian yang mereka pimpin?

Ada empat opsi tertutup yang kami suguhkan kepada pembaca yang budiman untuk pilih, apakah menteri tersebut lebih baik ditegur di depan publik, dipecat atau dicopot, dikirim ke KPK atau didiamkan saja? Poling ini menggunakan metode one IP one vote dan hasil poling hanyalah gambaran dari sementara pembaca setia yang berpartisipasi, bukan sikap masyarakat umum.

Demikianlah sidang pembaca, Rakyat Merdeka Online membuka kesempatan seluas-luasnya kepada pembaca untuk memberikan pendapat. Kami anjurkan, klik pilihan Anda sekarang juga. Salam.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA