BERANGKAT ke kaki gunung Elbrus sebelum dilakukan pendakian, relatif tidak ada masalah bagi para pendaki kita. Semua urusan sudah diserahkan kepada tour operator dengan kompensasi bayaran yang tidak murah, 1.500 dolar AS. Tidak heran bila, mulai dari bandara Mineralnye Vody mereka sudah well taken care. Tinggal ongkang-ongkang kaki dan bersiul, sambil mempersiapkan fisik dan mental bagi penaklukan si bongsor Elbrus.
Lain lagi bagi kami, rombongan penggembira (cheer leaders) yang berasal dari KBRI Moskow dan RMOL. Urusan tidak mudah. Setiap langkah harus diatur dan diurus sendiri agar tetap bisa bersama para pendaki sampai first camp di Emanuel Glade (kisaran 2.500 mdpl). Untungnya, ada dua orang yang faham seluk beluk Rusia dan fasih berbahasa setempat, yakni Achmad Supardi, wartawan RMOL yang didatangkan dari negeri kincir angin, dan Enjay Diana, diplomat muda KBRI Moskow.
Dalam perbincangan dengan pemandu Elbrus diketahui bahwa perjalanan menuju first camp bukanlah jalan yang lempang, aspal mulus dan bisa diselingi canda tawa. Inilah perjalanan menembus puluhan gunung, jalan makadam, pinggir jurang, satu jalur, banyak kubangan air serta menerjang derasnya aliran sungai. Karenanya, sewa mobil juga bukan perkara mudah apalagi murah. Setelah dilakukan studi banding harga dari beberapa tour operator, disepakati bahwa untuk perjalanan bolak-balik, satu mobil bagi para cheer leaders dikenai biaya hampir 1.000 dolar AS. Harga mahal itu juga karena penggembira harus menginap semalam di tenda sampai melepas Sabar dan kawan-kawan menuju puncak.
Diamini juga bahwa keberangkatan ke Emanuel Glade dipatok habis subuh, jam 05.00 dini hari. Bagi teman-teman yang puasa, waktu ini pas setelah sahur plus shalat subuh. Pertanyaan sempat mengemuka, mengapa harus berangkat sedemikian dini? Menurut sang pemandu, "Soalnya kalau kesorean maka sungai sering meluap," celotehnya santai. Apa boleh buat, ikuti saja kata pemandu, daripada tidak sampai tujuan.
Benar saja, hari berikunya, seluruh pendaki bersama cheer leaders sudah siap siaga di lobby hotel menjelang pukul 05.00. Ada yang matanya masih memerah, ada pula yang penuh semangat. Sementara pemandu dan wakil tour operator Elbrus juga tidak kalah sigap. "Hurry up, my friends. Elbrus is waiting for you," teriaknya memompa spirit.
Begitu keluar hotel, mata penggembira tertuju pada 4 mobil telah berjajar. Dua diantaranya persis mobil VW kombi tahun 60an, satu Toyota Landrover dan sisanya mobil jeep buatan dalam negeri (Neva). Para penggembira sangat surprise mendengar bahwa yang disediakan bagi mereka bukanlah yang Toyota Landrover, melainkan "VW" kombi buatan Rusia yang merknya UAZ. Persis dengan yang disediakan untuk para pendaki.
Lebih terkejut lagi karena di bagian belakang mobil para penggembira sudah berisi aneka barang kebutuhan harian, seperti kentang, tomat, kubis, sleeping mat dan lainnya.
"Ga salah nih," celoteh saya. Bahkan barang bawaan kita yang tergolong mini juga ditumpuk diantara kentang dan kubis. Alamak!
Yang paling tidak tahan untuk protes adalah promotor Sabar, Teguh Santosa. Maklumlah, namanya juga wartawan. Ia merasa, sewa yang demikian tinggi mestinya mendapat mobil sekelas Toyota Landrover relatif baru dan tidak diisi dengan aneka bahan dapur. "Tolong terjemahkan bahwa kita protes. Apa-apaan mobil kita diisi dengan barang bukan milik kita," tegasnya dengan raut muka yang tiba-tiba tidak mengantuk.
Sangat bisa dipahami dalam bahasa kebenaran kita bahwa bila menyewa mobil maka untuk sementara kepemilikan mobil berpindahtangan. Tidak boleh pemilik mobil ikut-ikutan menaruh barangnya untuk kepentingan bisnis lainnya. Kebenaran model ini juga berlaku di banyak belahan dunia, khususnya di negara-negara maju.
Sayapun tiba-tiba merasa bahwa tour operator pemilik mobil wanprestasi. Sewenang-wenang melakukan tindakan pada suatu tempat dimana ia tidak memiliki hak secara penuh. Layak digugat dengan pasal penipuan. Bertentangan dengan hati nurani dan rasa keadilan publik, begitulah istilah yang pernah saya terima di bangku kuliah.
Mendapat tekanan begitu kuat dari kami semua, ternyata wanita dari tour operator tidak gentar dan merasa salah. Ia bergeming! Apa yang dilakukannya dianggap bukan sebuah kesilapan apalagi kesalahan. Tahu apa alasannya? "Barang-barang yang ada dalam mobil itu kan makanan yang akan kalian makan juga di sana. Jadi, apa salahnya ada dalam mobil kalian!"
Ceile. Tentu saja kita tidak bisa terima. Pertama, mobil UAZ warna abu-abu muda butek itu kita nilai di luar standar. Tempat duduknya agak reot dan boleh dibilang tidak bersih apalagi harum. Kedua, bisnis makanan tour operator tentu harus dibedakan dengan bisnis sewa mobil. Benar-benar sontoloyo.
Di luar dugaan, kita mendengarkan alasan baru yang sungguh unik. Mobil butut itu, katanya, adalah mobil top markotop, apalagi sudah dipasang mesin 1.900 cc. Memiliki pengalaman merayap di pegunungan tanpa harus disangsikam siapapun. Adapun soal kentang dan tomat yang dititipkan di mobil kita, "Itulah arti kerjasama alias gotong royong," katanya.
Lagi-lagi, jawaban innocence itu membuat darah kita mendidih. Rasa dingin pagi itu langsung tawar seketika. Keringat serasa mengucur deras dari balik jaket. Akhirnya, kita pada sebuah tawar menawar paling ujung. Kentang dan kubis dikeluarkan, atau kita batalkan kontrak. Take it or leave it. Dongkolnya sampai ubun-ubun dan ujung kuku kaki.
Alih-alih mundur dari posisinya dengan gertakan hebat --bak letusan Merapi yang mampu meluluhlantakkan kedigdayaan Mbah Maridjan-- itu, si wanita dari tour operator tetap bergeming. "Kalau tidak setuju, ya ndak usah ikut," ujarnya tidak perduli. Edan tenan.
Tiba-tiba, Achmad Supardi yang pernah tinggal di Rusia selama hampir 30 tahun menenangkan suasana yang hampir meledak. Menurutnya, lebih baik kali ini mengalah daripada tidak mengantarkan Sabar dan pendaki lainnya. Dia tahu bahwa kita dalam posisi benar, tapi bukan berarti ngotot pasti akan menebar efek positif. "Tidak ada gunanya melawan," ujar pria yang sudah menginjak usia 70 tahun ini.
Melihat sesepuh dengan pengalaman seabrek ini bertitah, tak seorangpun mampu melawan. Kedongkolan dalam hati, tidak bisa lagi dimuntahkan. Kemarahan yang hampir meledak teredam nilai-nilai kesabaran bulan suci Ramadhan. Tanpa babibu, lima cheer leaders mengayun langkah memasuki mobil UAZ yang konon diproduksi tahun 2005. Seperti terkena gendam, semua kita terlelap tidur di awal perjalanan panjang hari itu.
Diam-diam, sayapun kemudian mengurai kembali tentang makna kebenaran yang dipertentangkan pagi buta tadi. Hmm, boleh jadi, tiap komunitas memilki persepsi kebenaran sendiri yang beda dengan lainnya. Tidak perlu bersitegang. Apalagi yang satu ini tidak terkait kebenaran mutlak seperti ke-Esaan Tuhan! Ini hanyalah isu kebenaran nisbi sewa menyewa mobil butut.
Di tengah perjalanan, di tepian jurang nan curam, roh pujangga Rusia, (alm) Fyodor Ivanovich Tyutchev, tanpa permisi menyusup secara perlahan di benak saya. Dengan penuh kelembutan, ia kembali membisikkan di telinga ini, kalimat-kalimat magisnya yang dikenal luas oleh siapapun tentang Rusia; "In Russia, one can only believe."
Penulis adalah diplomat Indonesia pada KBRI Moskow, dapat dihubungi pada alamat e-email: [email protected].
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: