Senior Anas Singgung Ahmad Mubarok dan Tiji Tibeh

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Jumat, 22 Juli 2011, 16:48 WIB
Senior Anas Singgung Ahmad Mubarok dan <i>Tiji Tibeh</i>
anas urbaningrum/ist
RMOL. Senior Anas Urbaningrum di Himpunan Mahasiswa Islam, Zaenal Maarif, mengimbau juniornya mundur dari jabatan Ketua Umum Partai Demokrat. Selain situasi dilematis yang kian menyudutkan Anas menjadi dasar imbauannya, mantan Wakil Ketua DPR itu juga merasa kecewa pada mantan Ketua Tim Sukses Anas di Kongres 2010, Ahmad Mubarok.

"Di saat seperti yang Adinda alami sekarang ini, Kanda kok kecewa dengan ketua tim sukses Adinda, yaitu saudara Ahmad Mubarok. Tidak terdengar suaranya dalam membela Adinda," kata Zaenal Maarif dalam surat terbuka pada Anas yang dikirimkannya kepada media massa via email beberapa saat lalu (Jumat, 22/7).

Dia menduga, arogansi Ahmad Mubarok yang sering sinis terhadap partai lain, seperti terhadap Partai Golkar jelang Pilpres 2009 yang lalu, adalah salah satu sebab mengapa situasi kini demikian merugikan Anas.

Dia juga mendengar kekhawatiran bahwa Anas akan menggunakan jurus falsafah Jawa tiji tibeh, mati siji mati kabeh, sebagaimana dilakukan Muhammad Nazarrudin terhadap diri Anas dan petinggi Demokrat lainnya.

"Sangat dramatis, kalau data-data yang disampaikan oleh M. Nazarrudin itu benar, dan ada yang mengadukan ke Mahkamah Konstitusi, bisa saja Mahkamah Konstitusi membubarkan suatu partai. Kalau itu terjadi, sejarah hitam akan terjadi di negeri tercinta ini," tutur Zaenal.

Di poin akhir surat terbukanya, Zaenal mengaku amat menyayangkan kalimat Anas Urbaningrum yang menyebut "haram hukumnya membeli suara". Dari sudut pandangnya, kalimat tersebut menjadi "mengerikan" karena realitasnya dalam pemilihan apapun baik itu pemilihan pimpinan di Ormas maupun organisasi profesi atau keolahragaan seperti PSSI, sayup terdengar money politic.

"Namun memang sulit untuk dibuktikan kecuali ada yang berteriak secara vulgar sebagaimana disampaikan oleh M. Nazarrudin. Situasi seperti itu, realitasnya sudah sangat parah, kapan dan siapa yang bisa mengendalikannya? Lalu siapa yang salah? Yang salah pastilah sebagian besar elit dan sebagian besar rakyat Indonesia sendiri. Apakah kesadaran untuk meninggalkan kebiasaan yang kotor seperti itu harus menunggu sampai adanya bencana 100 kali lebih besar daripada bencana tsunami di Aceh?" tutup Zaenal.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA