Menurut Komite Independen Pemantau Pemilu, di titik itulah kecurangan dalam pengurangan maupun penggelembungan suara terjadi. Koordinator Kajian KIPP, Girindra Sandino, menguuslkan, untuk meminimalisir kecurangan pemilu atau penilapan suara, sebaiknya hasil pemungutan suara di TPS yang dilaksanakan KPPS/PPS, langsung dikirim ke KPU baik Pusat maupun Kabupaten-Kota dengan IT KPU, tidak memberi dan merekapnya di tingkat PPK (Pasal180-185 UU Pemilu 10/2008).
"Karena di tingkat ini, dalam pengalaman kami sebagai pemantau, kecurangan sangat tinggi. Contoh, suara caleg tadinya 100 ribu, bisa jadi cuma lima ribu, sedang KPU selalu mengelak," ujar Girindra dalam pernyataan yang diterima
Rakyat Merdeka Online, siang ini (Jumat, 22/7).
Menurut dia, dengan cara demikian, setidaknya dapat memotong jaringan mafia pemilu. Contoh kasus, saat pemantauan Pilkada Kabupaten Bandung, KIPP menemukan formulir C6 KWK (undangan untuk pemilih) masih menumpuk di PPK pada H-1 di malam hari. Pihak PPK berdalih bahwa formulir tersebut akan dibagikan pada saat pemilih datang di TPS oleh petugas KPPS. Hal tersebut bisa menimbukan kecurangan serius, seperti undangan pemilih bisa saja diundang dua atau empat kali, dan tidak tertutup kemungkinan terjadi penggelembungan suara, yang jelas melanggar Peraturan KPU dan UU Pemilu.
[ald]
BERITA TERKAIT: