Kalangan Aktivis Kecam Demo Bayaran

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Kamis, 21 Juli 2011, 17:30 WIB
Kalangan Aktivis Kecam Demo Bayaran
ilustrasi
RMOL. Demokrasi memperanak kebebasan berpendapat. Demonstrasi massa bukan satu yang tabu lagi seperti saat lars Orde Baru menginjak kebebasan sipil. Namun sayang sungguh sayang, ada segelintir oknum yang menunggangi prinsip kebebasan berpendapat untuk kepentingan kelompok bersenjatakan uang.

Seperti diberitakan beberapa media massa, belasan orang yang menamakan dirinya Studi Demokrasi Rakyat dan Pemuda Kebangsaan menggelar demo di depan kantor Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, kemarin (Rabu, 20/7). Dalam aksinya, mereka berorasi dan menuntut Harry Tanoesoedibjo dicekal dan diadili karena mereka tuding sebagai mafia di bursa saham Jakarta.

Kordinator lapangan aksi, Hari Purwanto, ketika diwawancara mengklaim, kelompoknya menemukan indikasi Harry Tanoe melakukan penggelapan pajak, kejahatan pasar modal dan korupsi korporasi. Tapi, tingkah lucu dan polos demonstran yang rata-rata remaja dan ibu rumah tangga, yang diketahui belakangan mayoritas warga Tanah Tinggi, Jakarta Pusat itu mengundang tawa wartawan. Saat diwawancarai mereka tidak menguasai isu yang mereka usung. Beberapa pendemo mengaku hanya diajak dengan umpan uang Rp 35 ribu dan nasi bungkus.

Direktur Eksekutif Institut Proklamasi, Arief Rahman, menyayangkan adanya aksi bayaran kemarin itu.

"Itu penodaan gerakan. Saya rasa mereka tidak mengerti aksi sebenarnya yang mau diangkat. Kalau soal tuntutan mereka tentang mafia bursa saham, kenapa harus ke Kejaksaan Agung. Buktinya juga enggak jelas," ujar Arief kepada Rakyat Merdeka Online, Kamis petang (21/7).

Arief juga mengatakan, kasus Sismibakum bukan isu yang bersentuhan langsung dengan rakyat. Isu itu juga mengandung perseteruan bisnis antar kekuatan penguasaha kakap.

"Kasus itu rebutan TPI diarahkan ke kasus Sisminbakum. Kelompok yang melakukan aksi ini punya kepentingan tapi tidak mengerti isu yang diangkat itu terlihat dari massa yan ikut-ikutan saja. Yang seperti itu merusak gerakan masyarakat," tegasnya.

Dihubungi terpisah, aktivis Jaringan Aksi Mahasiswa Moestopo untuk Rakyat, Didik Triana, meminta demo-demo bayaran itu disikapi tegas oleh para aktivis yang masih konsisten dengan isu-isu kerakyatan.

"Tidak sulit untuk membedakan kita dengan mereka yang bermain isu pesanan dan membayar orang kecil untuk demo. Aktivis-aktivis recehan harus disisir, kelompok-kelompok aktivis harus memulai pembersihan agar citra gerakan pro demokrasi tidak rusak karena ulah segelintir oknum," tandasnya.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA