Insinyur Indonesia Kritik Keras Praktek Pembangunan Pemerintah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Kamis, 14 Juli 2011, 12:18 WIB
Insinyur Indonesia Kritik Keras Praktek Pembangunan Pemerintah
ilustrasi
RMOL. Pembangunan infrastruktur Indonesia berada pada titik nadir. Pembangunan infrastruktur hanya berada pada posisi untuk mengatasi kemacetan pertumbuhan ekonomi (debottlenecking). Posisinya sebagai fire fighter membuat pembangunan infrastruktur menjadi parsial belaka, tidak terkoordinasi, sering tanpa strategi dan arah definitif yang berjangka panjang.

Demikian disampaikan Sekjen Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Heru Dewanto, dalam pernyataan tertulis ke Rakyat Merdeka Online, Kamis (14/7). Menurut PII, seharusnya pendekatan pembangunan infrastruktur bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat dan mengejar pertumbuhan ekonomi. Dengan fasilitas infrastruktur, selanjutnya rakyat dapat berwirausaha dan bersaing melalui UKM, industri menengah hingga industri besar dan BUMN, untuk ikut mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Kenyataannya di Indonesia, fasilitas infrastruktur baru dibangun karena misalnya, jalan macet, pelabuhan atau bandara melampaui kapasitas, dan listrik mati. Sebuah praktek pembangunan infrastruktur yang kuratif, semata mengejar ketertinggalan," katanya.

Dia mengungkapkan, adalah tidak salah jika World Economic Forum memberikan peringkat 82 pada Indonesia dalam sektor infrastruktur, dari 139 negara, di tahun 2010-2011. Beberapa parameter infrastruktur yang diukur meliputi kondisi jaringan transportasi darat, transportasi laut, transportasi udara, jaringan telekomunikasi, dan pasokan energi listrik.

Atas kenyataan tersebut, PII mendorong agar pembangunan infrastruktur harus ditata ulang. Pembangunan infrastruktur seharusnya  menjadi bagian integral perencanaan pembangunan ekonomi. Infrastruktur berfungsi sebagai generator ekonomi baru maupun mengarahkan pertumbuhan ekonomi sesuai dengan strategi pembangunan nasional.

"Anggaran Infrastruktur 2011-2014 sebesar Rp 755 triliun pada Program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) seharusnya diletakkan dalam koridor mengarahkan pertumbuhan ekonomi sesuai strategi pembangunan nasional. Bukan untuk tambal sulam semata," ujarnya.

Oleh karena itu melalui Rapat Pimpinan Nasional PII yang akan dilaksanakan pada 20-21 Juli 2011 di Jakarta, PII akan mendorong dan menegaskan sikap untuk mewujudkan hal tersebut. Rapimnas yang bertema "Memantapkan Strategi Pembangunan Berbasis Rekayasa Teknis" akan diikuti oleh Pimpinan PII se-Indonesia dan stakeholder PII termasuk unsur pemerintah selaku pengambil kebijakan, serta pelaku bisnis di Indonesia.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA