Menurut anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra, Martin Hutabarat, pengiriman orang itu terlambat karena Singapura sudah tidak memberikan atensinya. Sebab pemerintah tidak menunjukkan keseriusan dari awal.
"Sebenarnya kalau aparat penegak hukum menunjukkan keseriusan pasti Singapura akan memberi perhatian. Pasti singapura khawatir Nazaruddin akan timbulkan hubungan tidak baik dengan Indonesia, karena kita dan Singapura punya sejarah baik dalam kerjasama militer dan lainnya," ujar Martin dalam Polemik Trijaya Network bertajuk "Kepak Si Burung Nazar" di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (9/7)
Martin menduga kuat, sewaktu Nazaruddin masih berdiam di Singapura, aparat setempat mengetahui persis dimana Nazaruddin tinggal, dan pada saat yang pas, ketika Presiden RI sudah turun tangan, aparat Singapura memberi tahu satu hal pada Nazaruddin.
"Pemerintah Singapura memberi tahu Nazaruddin bahwa mereka tidak bisa melindungi lagi. 'Kalau Presiden sudah turun, kami pasti akan bekerjasama untuk menangkap saudara'. Saya yakin betul aparat Singapura menyatakan itu pada Nazaruddin," tegasnya.
Di sisi lain Martin menambahkan, kalau Interpol sudah terlibat dalam pencarian Nazaruddin, akan sulit sekali bagi Nazaruddin untuk berkeliaran apabila dia hanya memiliki satu paspor.
"Saya duga apa yang dikatakan petinggi Demokrat bahwa dia punya tiga paspor, yang diketahui Demokrat, itu bisa mempermudah seseorang. Kasus ini mengingatkan saya pada kasus Gayus bahwa begitu mudahnya imigrasi membuat paspor palsu. Saya kira maslah paspor ini perlu diteliti imigrasi," tegasnya.
Martin melanjutkan, ketika Singapura tak bisa melindungi Nazaruddin lagi, maka ada kemungkinan politisi Demokrat itu mencari negara lain yang tidak punya perjanjian ekstradisi dengan Indonesia atau negara lain yang dianggap aman.
"Biasanya lari ke Hong Kong. Atau di Malaysia yang punya komunitas 15 persen yang mirip dengan saudara Nazaruddin," tandasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: