Di Zaman Kegelapan, Indonesia Bak Tubuh Tanpa Kepala

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Jumat, 24 Juni 2011, 10:49 WIB
Di Zaman Kegelapan, Indonesia Bak Tubuh Tanpa Kepala
lamen hendra saputra
RMOL. Selain semakin mempermalukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena dinilai berbohong di dalam dan luar negeri, hukuman pancung terhadap Ruyati binti dan yang berbau pembiaran oleh pemerintah semakin membuktikan sejatinya sebuah pelanggaran berat telah kerap dilakukan oleh pemerintah terhadap dasar negara Pancasila dan amanat pembukaan UUD 1945.

Sungguh miris dan memalukan, terutama di mata dunia, tragedi itu terjadi hanya beberapa hari setelah Presiden RI memberikan pidatonya yang “berbunga-bunga” tentang buruh migran di Forum ILO di Jenewa (14/06).

Menurut Ketua Umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Lamen Hendra, SBY telah gagal menegakkan poin kemanusiaan yang adil dan beradab dan melindungi segenap tumpah darah Indonesia, terutama bagi mereka yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Timur Tengah dan Malaysia. SBY tidak mampu mengatasi kasus TKI yang upahnya kerap tidak dibayar, penyekapan, kerja overtime, tidak ada libur, penganiayaan oleh majikan, hingga hukuman pancung oleh institusi yang berwenang.

Wajar saja jika banyak desakan kepada pemerintah untuk menghentikan (moratoriumkan) pengiriman tenaga kerja pembantu rumah tangga ke luar negeri sampai ada kepastian negara-negara tujuan pengiriman tersebut telah meratifikasi Konvensi ILO Nomor 189 yang mengakui pekerja rumah tangga sebagai tenaga kerja yang memiliki hak-hak sama dengan pekerja umumnya. Memang, daripada mengirimkan mereka ke luar negeri untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga, lebih baik mereka bekerja di dalam negeri, semisal di perkebunan.

Untuk itu pemerintah harus segera membuka lapangan kerja massal di sektor perkebunan, misalnya perkebunan sawit seperti konsep ekonom Rizal Ramli untuk menyerap pengangguran di Indonesia.

Dia menyampaikan juga, sistem outsourching dan sistem kontrak (labour flexiblity), neoliberalisme yang menjadi ruh jual beli tenaga buruh migran adalah juga sebuah fundamentalisme yang menjadi musuh Pancasila.

"Presiden Yudhoyono sebagai seorang neoliberal yang selalu berbohong akan jati dirinya, maka kami sangat pesimis dia akan melaksanakan pembukaan lapangan kerja massal," kata Lamen dalam keterangan tertulis kepada Rakyat Merdeka Online, Jumat (24/6).

Salah satu contoh yang ditunjukkannya, pada bulan Mei 2011, seperti dilansir Kompas beberapa hari lalu, dua buah industri perikanan di Sulawesi Selatan dan Malang telah ambruk menyisakan PHK massal puluhan ribu orang. Deindustrialisasi dan privatisasi (perusahaan negara yang strategis) terus terjadi, sementara pemerintah hanya menjadi tukang citra di media massa tanpa pernah sungguh-sungguh bekerja. Di sisi lain, perbankan dan pertambangan nasional menjadi santapan modal asing, dan 136,2 juta manusia Indonesia harus hidup berpenghasilan di bawah Rp 17.000,- perhari (Kompas, 4 Januari 2011).

Sementara itu, lanjut Lamen, di dalam gedung-gedung mewah, para tikus koruptor berbaju politisi berpesta dalam mabuk menikmati uang rakyat tanpa tersentuh hukum karena penegak hukumnya juga korup. Di jalanan, Satpol PP terus saja menjaring anak jalanan, pengamen, dan pekerja seks komersial. Kesehatan dan pendidikan dikomoditisasi, menjadikan rakyat miskin terlelap dalam kebodohannya di kampung-kampung yang kumuh- sibuk menonton sinetron dan tayangan-tayangan infotainment yang memabukkan di televisi-televisi. Kalaupun ada industri yang berkembang, itu adalah perakitan motor Jepang yang bisa dikredit murah-murah sehingga akhirnya jutaan motor memenuhi jalanan macet kota-kota dengan polusi dan pemborosan BBM yang tiada terkira.

Setelah itu subsidi BBM akan dicabut pula oleh negara, dan para pengguna kendaraan motor sungguh merupakan pangsa yang lezat bagi pom-pom bensin asing. Kemudian untuk selama-lamanya negeri kita yang “katanya” kaya raya itu pun hanya akan tinggal sebagai nyanyian peneman tidur bagi anak cucu kita. Indonesia pun akan masuk ke dalam zaman kegelapan.

Zaman kegelapan adalah sebuah masa di mana kejujuran mahal sekali harganya, yang dipimpin terpaksa meneladani pemimpin bangsanya yang gemar omong kosong dan manipulasi, menjadikan kesejahteraan dan keadilan hanyalah mimpi-mimpi kosong bagi rakyat. Sementara kebenaran dan kejujuran telah tenggelam bersama dengan merosotnya moralitas bangsa. Pemimpin negara gemar menghindari dan menimbun masalah, menjadikan negeri ini penuh masalah yang tiada terselesaikan seperti Skandal Bank Century, Mafia Pajak, Nazaruddin.

"Sehingga seakan tidak benar-benar ada pemimpin di negeri ini. Negeri yang kami cintai ini seperti tubuh tanpa kepala. Kami kaum mahasiswa resah akan masa depan Indonesia," tandas Lamen.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA