Mengapa Gus Dur Bisa Menyelamatkan Siti Zaenab dari Hukuman Mati?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/teguh-santosa-1'>TEGUH SANTOSA</a>
LAPORAN: TEGUH SANTOSA
  • Selasa, 21 Juni 2011, 20:31 WIB
Mengapa Gus Dur Bisa Menyelamatkan Siti Zaenab dari Hukuman Mati?
gus dur/ist
rmol news logo Apa sih kurangnya Susilo Bambang Yudhoyono dibandingkan KH Abdurrahman Wahid? Apakah karena Abdurrahman Wahid bisa berbahasa Arab dengan baik dan benar, maka pendekatan yang dilakukannya kepada Raja Arab Saudi tahun 1999 lalu dapat meloloskan Siti Zaenab dari hukuman pancung?

Bukan. Bukan karena Abdurrahman Wahid memiliki kemampuan berbahasa Arab yang mumpuni sehingga dapat berkomunikasi dengan Raja Fahd ketika itu. Menurut mantan jurubicara Abdurrahman Wahid, Adhie M. Massardi, ada satu rahasia besar mengapa Gus Dur, demikian sapaan akrab presiden Indonesia keempat itu, bisa membebaskan Siti Zaenab dari hukuman mati.

“Ini rahasia umum: karena Gus Dur adalah kepala negara Republik Indonesia, negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia. Siapapun yang jadi kepala negara Republik Indonesia, dengan sendirinya akan disegani dan dihormati Arab Saudi,” ujar Adhie kepada Rakyat Merdeka Online, beberapa saat lalu (Selasa, 21/6).

Jadi, lanjut Adhie yang kini jadi Jurubicara Gerakan Indonesia Bangkit (GIB) itu, soal berkomunikasi dengan Raja Arab adalah soal kemauan. Nah, apakah SBY memiliki kemauan untuk memulai pembicaraan? Apakah SBY sudah pernah mencoba untuk menghubungi Raja Arab itu?

“Untuk mengetahui apakah SBY memiliki kemauan untuk menyelamatkan Ruyati yang dieksekusi hari Sabtu lalu, DPR perlu mengundang Presiden dan menanyakan hal ini,” ujarnya lagi.

“Kalau SBY menelepon, saya yakin, Raja Abdullah pasti akan mengikuti pendahulunya, memenuhi permintaan tersebut,” sambung Adhie. Dia juga mengatakan, sudah menjadi semacam konvensi di antara dua negara bersahabat bahwa penyelesaian kasus hukum seperti yang dialami Ruyati hanya dapat dilakukan di level kepala negara.

“Memang tidak bisa kalau melalui lembaga-lembaga lain di bawah kepala negara. Apalagi melalui menteri luar negeri yang senang bersolek untuk pencitraan,” demikian Adhie. [guh]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA