Soeharto Jadi Lebih Baik karena 'Guru Kencing Berdiri'

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/teguh-santosa-1'>TEGUH SANTOSA</a>
LAPORAN: TEGUH SANTOSA
  • Selasa, 17 Mei 2011, 12:06 WIB
Soeharto Jadi Lebih Baik karena 'Guru Kencing Berdiri'
soeharto
RMOL. Hasil survei yang dilakukan Indo Barometer yang memperlihatkan “kerinduan” masyarakat terhadap sosok Soeharto dan rezim Orde Baru yang dipimpinnya dan berkuasa di Indonesia selama lebih dari tiga dekade dapat diterima oleh akal sehat.

Mengingat, bahwa selama berkuasa, SBY gagal memberikan keteladanan, baik kepada para pendukungnya, maupun kepada rakyat yang dipimpinnya.

Dalam masyarakat feodalistik seperti yang ada di Indonesia, kepemimpinan seseorang tidak bisa hanya menggunakan kata-kata. Melainkan, leadership is the matter of acction and example. Kalau seorang pemimpin gagal memberikan keteladanan, maka para pengikutnya akan melakukan hal-hal yang bisa malah lebih destruktif dari yang dicontohkan oleh pemimpin,” demikian disampaikan mantan Menko Perekonomian Dr. Rizal Ramli menyikapi hasil survei Indo Barometer yang membikin heboh itu.

“Ini seperti kata pepatah, karena guru kencing berdiri, maka murid kencing berlari,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka Online, Selasa siang (17/5).

Berdasarkan survei Indo Barometer itu, pemerintahan Soeharto adalah yang paling disukai (40,9 persen), di susul pemerintahan di era reformasi (22,8) dan pemerintahan di era sebelum Soeharto (3,3 persen).

Demand yang paling besar dalam era reformasi ini adalah soal pemberantasan KKN. Itu sebabnya, untuk berbagai kasus KKN yang melibatkan Soeharto dan keluarga serta orang-orang dekatnya sampai disinggung dalam Tap MPR.

Namun sayangnya, justru di era SBY inilah nepotisme terlihat lebih hebat bahkan bila dibandingkan dengan era Soeharto.

Ketika berkuasa, Soeharto membuat berbagai kebijakan yang dapat menguntungkan klik pengusaha dan kaum kerabatnya. Mereka, kroni Soeharto itu, mencari keuntungkan dengan bermodalkan koneksi dan surat sakti yang diberikan Soeharto dan orang-orang dekatnya.

Sementara di masa SBY ini yang terjadi adalah proses penggerogotan anggaran oleh anggota kelompok penguasa.

Di Partai Demokrat, misalnya, kata Rizal Ramli lagi, ada banyak empire kecil yang bekerja untuk memperebutkan proyek yang didanai oleh APBN.

“Ada semacam kompetisi internal di kalangan pengikut SBY untuk memperebutkan bisnis APBN di kementerian dan lembaga-lembaga lain yang didanai pajak masyarakat,” demikian Rizal Ramli. [guh]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA