Hal itu dikatakan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Harry Azhar Azis di Jakarta, Selasa (26/4).
"Kejanggalan pertama, yakni sumber dana pembelian saham divestasi perusahaan pertambangan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) itu dialokasikan dari dana Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Itu sama halnya dengan melanggar karena tak satu pun klausul amanat pembentukan PIP yang menyebutkan bahwa lembaga itu dibolehkan membiayai divestasi saham perusahaan tambang," papar Harry Azhar, Selasa (26/4) di Jakarta.
Kedua, imbuh politisi partai Golkar ini, mengapa ketika jatuh tempo saham divestasi 3 persen di 2006 silam, pemerintah tidak mau mengambil kesempatan itu. "Tapi, ternyata di balik itu, pemerintah melayangkan gugatan arbitrase internasional," ujarnya
Jadi, argumentasi yang diutarakan pemerintah melalui rilis Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Hadiyanto, bahwa putusan divestasi demi membangun tata kelola serta pengawasan pertambangan adalah omong kosong belaka.
"Model pengawasan serta tata kelola yang seperti apa dengan kepemilikan saham hanya sebesar tujuh persen. Apa dikira kita ini anak SD (sekolah dasar)," kata dia.
[arp]