SBY melanjutkan, karena itulah pemerintah saat ini tengah menyusun masterplan (rencana induk) yang dikenal sebagai Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
"MP3EI sebagai rencana induk kebijakan dan strategi. Disusun bersama komite ekonomi nasional, komite inovasi nasional, ada pimpinan daerah, pakar dan pelaku ekonomi yang lain kita ajak serta. Mari kita sukseskan MP3EI ini agar negeri ini berubah, agar ekonomi dan usaha berkembang secara signifikan," ajak SBY saat membuka Rapat Pimpinan Nasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Hotel Ritz-Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, pekan lalu (Jumat, 1/4).
Pengamat ekonomi, Hendri Saparini, saat diminta tanggapannya soal MP3EI, yang kata Presiden tengah dirancang pemerintah bersama elemen masyarakat, menilai, hingga saat ini sosialisasi masterplan tersebut belum maksimal.
"Saya belum pernah melihat wujudnya seperti apa dan detailnya seperti apa. Tapi kalau ditanya, apakah Indonesia perlu percepatan pembangunan ekonomi, saya jawab iya," ujar perempuan berkacamata ini saat berdialog dengan
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Senin, 4/4).
Percepatan pembangunan diperlukan karena potensi Indonesia masih jauh lebih besar dari apa yang sudah diraih saat ini. Tapi, Hendri mengeritik pola pikir pemerintah yang sangat
mediocre yang sebetulnya tidak punya resep jitu untuk memperbaiki perekonomian nasional selain mengikuti kebijakan ekonomi yang menjerumuskan Indonesia ke lembah ketergantungan yang amat dalam.
"Kita perlu jalan keluar dari paradigma
mediocre. SBY katakan kita akan tumbuh 7 persen di 2014. Padahal, untuk tumbuh 7 persen itu bukan hal sulit dan kita bisa melakukannya sekarang," ujar Hendri.
Hendri meragukan percepatan pertumbuhan ekonomi yang dirancang pemerintah itu berkeadilan dan mementingkan pembangunan nasional. Seolah membesarkan kue ekonomi yang kemudian dinikmati korporasi asing.
"Misalnya, kalau kita mau dorong Merauke sebagai lokasi pertanian dan sumber pangan, hilangkan berbagai peraturan yang hambat investasi asing. Dengan demikian, pertanian dan perkebunan berbasis korporasi itu akan dorong pertumbuhan lebih tinggi," papar Managing Director Econit Advisory Group ini.
Artinya, apakah prinsip kemandirian, kepentingan nasional dan keadilan masuk ke dalam agenda percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi a la SBY. Dari contoh rencana pengadaan lahan sumber pangan di Merauke tadi, pemerintah punya dua pilihan tegas, apakah mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis korporasi asing atau pertumbuhan yang menyejahterakan petani lokal.
"Di dalam sektor pertambangan demikian juga. Pertambangan sangat menarik bagi investor di luar negeri. Nah, di UU Penanaman Modal Asing kita, tidak ada pembeda antara investor besar, kecil maupun dalam negeri," papar Hendri lagi.
Jika pemerintah tetap menggunakan
approach yang menservis habis-habisan korporasi asing, pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen pun akan begitu mudah.
"Mereka akan relokasi ke sini, mendorong investasi, tapi berapa banyak anggaran pemerintah yang tesedot untuk membangun infrastruktur industri, dari China misalnya. Lalu mengapa tidak dibangun untuk pengusaha kita? Seolah kalau ada investor asing mau datang, kita tergopoh-gopoh dan APBN serta APBD digunakan untuk itu," tuturnya.
Intinya, jika percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi itu didasari prinsip kemandirian, keberpihakan pada keadilan nasional, maka hal itu patut diapresiasi.
"Semestinya presentasi presiden bisa gambarkan,
approach mana yang akan diambil. Kue ekonomi akan berpihak kemana," pungkas Hendri.
[ald]
BERITA TERKAIT: