“Gempuran koalisi itu justru semakin memperumit penyelesaian damai konflik di Libya. Alih-alih menghadirkan solusi, kehadiran pasukan koalisi justru menambah masalah baru, bertambahnya korban sipil,†ujar Direktur Center for Islam and Middle East Studies (CIMES), Hery Sucipto, kepada
Rakyat Merdeka Online (Selasa, 29/3).
Sebenarnya, lanjut Hery, misi utama resolusi DK PBB Nomor 1973 adalah mencegah pasukan Khadaffi menggunakan wilayah udara mereka (
no fly zone) dan demi kepentingan penyelamatan kemanusiaan (
humanitarian intervention).
Dalam prakteknya, pasukan koalisi telah menyalahi prosedur. Serangan koalisi sudah tidak selaras dengan semangat dan substansi resolusi DK PBB. Pelanggaran tersirat pula dalam pidato Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama, yang ingin melengserkan Khadaffi dari kepemimpinan di Libya.
"AS dan koalisi tidak
fair lagi dan ini merupakan pengingkaran terhadap hukum internasional dan kemanusiaan,†papar Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah ini.
Ia mengatakan, nyaris tidak terbantah bahwa motif serangan koalisi lebih pada kepentingan minyak. Libya yang setiap hari memproduksi sekitar 1,7 juta barrel per hari dan menjadi salah satu produsen utama minyak dunia, dinilai sangat strategis bagi kepentingan ekonomi AS dan Barat, khususnya Eropa.
Untuk mencegah ekses dan korban lebih besar lagi, imbuh Staf Ahli MPR-RI ini, PBB harus segera menyerukan gencatan senjata sebagai jalan pintas yang dapat diambil dalam waktu cepat.
[ald]
BERITA TERKAIT: