Gugatan itu terkait adanya tudingan penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dari dua media massa mengambil bahan berita dari kawat diplomatik Kedubes AS yang bocor dan dimuat di laman
WikiLeaks. Bahkan, media massa Australia itu tidak sekadar mengutip dari laman
WikiLeaks, Tergugat juga menambah kalimat-kalimat yang mendiskreditkan Presiden Republik Indonesia.
Menurut Jurubicara SPR, Habiburokhman, perbuatan Tergugat I dan Tergugat II, dianggap telah melanggar azas
cover both sides (pemberitan yang berimbang dengan mewawancarai kedua belah pihak yang diberitakan). Bahwa Tergugat III telah mengabaikan azas kehati-hatian yang mengakibatkan berita yang belum diuji kebenarannya menjadi terkampanye seolah-olah berita tersebut adalah fakta.
"Besok itu kita akan
launching ultimatum kepada dua media Australia agar meminta maaf dalam waktu 7X24 jam kepada seluruh rakyat Indonesia secara resmi dan tertulis yang dimuat di halaman pertama media massa tersebut selama tiga hari berturut-turut," ujar Habiburokhman kepada
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Sabtu, 19/3).
Jika permintaan tersebut dilakukan oleh kedua media massa, maka tuntutan ganti rugi Rp2 juta dan satu milyar dollar Amerika Serikat akan gugur. Tapi jika tidak dilakukan, proses mediasi yang pasti ditawarkan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan Penggugat tolak.
Langkah hukum di atas ini sangat berbeda dengan Presiden SBY yang secara langsung dicemarkan nama baiknya dan keluarganya. Presiden tidak akan menggugat dua koran Australia,
The Age dan
Sydney Morning Herald, yang memuat isi kawat diplomatik Kedubes AS. Menurut SBY, kasus ini sudah selesai.
"Saya kira beliau cukup bijak menyikapi kontroversi ini dan pemberitaan yang diangkat kedua surat kabar itu. Jadi sudah
clear," ujar Jurubicara Presiden Julian Pasha, di Istana Presiden, Jakarta, Selasa (15/3).
[ald]
BERITA TERKAIT: