Ketua DPP PAN Bima Arya Sugiarto adalah tokoh utama yang mengajukan usul agar SBY lebih tegas. Bahkan, mantan pengamat politik ini telah menyiapkan kontrak baru yang bisa diadopsi Setgab Koalisi, agar kasus pembelotan Partai Golkar dan PKS tidak kembali terulang di sisa waktu pemerintahan SBY-Boediono. Di dalamnya terdapat pemberian hukuman dan penghargaan pada anggota koalisi dan beberapa jenis pertemuan yang melibatkan pimpinan partai dan anggota DPR pada jenjang yang berbeda. Sehingga arus informasi tidak selalu instruktif.
Dalam diskusi bertajuk "Politik Undur-undur" yang diadakan tadi pagi (Sabtu, 12/3) di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Bima menyampaikan lagi pokok pikirannya tersebut. Namun di tempat yang sama, pendapat Bima dibantah Ketua DPP Partai Golkar, Hajriyanto Tohari. Menurut Wakil Ketua MPR ini, politik tidaklah sesederhana yang dipikirkan Bima.
"Politik harus didalami. Kalau saja Bima di dalam DPR, tidak seperti yang sepenuhnya Ketua PAN. Jadi dia tak alami dilema yang luar biasa panjang. Saya berkali-kali memimpin Pansus DPR, dan itu semua tidak sesimpel Saudara Bima sampaikan," ujarnya.
Pendisiplinan Parpol bukanlah solusi dari kisruh koalisi dan meredam daya kritis para kader partai koalisi di DPR. Menurut tokoh Muhammadiyah ini ada koridor dimana anggota DPR bisa kritis atau tidak. Lagipula, sistem setengah kamar untuk membuat keputusan koalisi yang dibawa ke DPR juga berbahaya dalam era keterbukaan informasi.
"Saudara Bima perlu lebih banyak permenungan," singkatnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: