CENTURYGATE

Kenapa KPK Tak Bisa Mengkriminalkan Sri Mulyani dan Boediono?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Senin, 07 Maret 2011, 09:45 WIB
Kenapa KPK Tak Bisa Mengkriminalkan Sri Mulyani dan Boediono?
boediono/ist
RMOL. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa mengusut skandal Century karena selalu menggunakan paradigma penyidikan yang salah. KPK hanya menyidik kasus korupsi yang seolah-olah ada kerugian negaranya.

"Kalau paradigmanya seperti itu mirip klub Ac Milan bertanding dengan Persib, mudah dikalahkan atau mudah dipatahkan karena memang dana yang dikucurkan untuk Bank Century itu bukan uang negara, itu uang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)," kata aktivis Petisi 28, Ahmad Suryono, kepada Rakyat Merdeka Online (Senin, 7/3).

Menurutnya, paradigma penyidikkan KPK terhadap Century harus dirubah. Skandal Century terjadi akibat kebijakan yang dikeluarkan pejabat publik dengan didasari itikad tidak baik untuk merampok uang sebesar Rp 6,7 triliun. Untuk menentukan dasar itikad tidak baik bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan melihat keputusan gubernur BI yang menurunkan CAR dari 8 menjadi 0 persen, sementara kebijakan itu diambil hanya untuk menyelamatkan Bank Century. Kedua KPK telah memanggil bawahan mantan Gubernur BI, Boediono, dan diantaranya telah menjadikan tersangka.

"Artinya apa, logika hukumnya kalau misalnya bawahan sudah melakukan kesalahan, laporannya ke siapa? ke Gubernur. Siapa bosnya? Ya Boediono. Dia sudah melakukan kebijakan yang benar atau tidak? Itu yang yang harus dilihat KPK," kata Ahmad.

Masih kata Ahmad, menurut Perpu No 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan, kebijakan itu diputuskan berdasarkan musyawarah mufakat antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan Gubernur BI Boediono sebagai anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Bila KPK menggunakan paradigma ini, kata Ahmad, Menteri Keuangan dan Gubernur BI sudah bisa dikriminalisasikan. [yan]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA