Tapi diharapkan, langkah Polri menekan berbagai aksi kekerasan dan kerusuhan atas nama agama bukanlah dengan pendekatan represif. Sebenarnya Polri cukup mengoptimalkan peran perbantuan dan pelibatan berbagai satuan tanpa perlu membentuk datasemen baru.
“Selain menghabiskan anggaran, kalau Datasemen ini tidak terintegrasi dalam institusi Kepolisian di tingkat Polda, Polres, dan Polsek, justru akan melemahkan kinerja institusi di tingkat bawahnya,†ujar Ketua Setara Institute, Hendardi, dalam pernyataan yang diterima
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Selasa, 1/3).
Dari berbagai pemantauan atas kasus-kasus kekerasan, Setara Institute berpandangan, peningkatan kinerja Kepolisian yang utama adalah mendeteksi sejak dini berbagai potensi kerusuhan dan kekerasan. Di sini Polri membutuhkan
social conflict early warning system (sistem peringatan dini konflik sosial) yang efektif untuk mencegah kekerasan dan kerusuhan itu terjadi.
"Peta radikalisme agama di tengah masyarakat, yang selama ini diduga kuat sebagai salah satu pemicu kekerasan - juga menjadi kebutuhan bagi Polri," jelas Hendardi.
Kalaupun Datasemen ini menjadi pilihan Polri, maka Polri harus memberlakukan standar yang ketat dan mengacu pada prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam penanganan kekerasan dan kerusuhan. Dan, yang terutama harus dilakukan Polri adalah peningkatan pengetahuan dan perspektif aparat Kepolisian tentang hak-hak konstitusional warga negara, prinsip kebebasan beragama dan berkeyakinan, penegakan hukum atas berbagai kasus, peningkatan kapasitas intelijen.
[ald]
BERITA TERKAIT: