Mengapa SBY Mungkin Bohong Lagi?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/teguh-santosa-1'>TEGUH SANTOSA</a>
LAPORAN: TEGUH SANTOSA
  • Jumat, 25 Februari 2011, 12:23 WIB
Mengapa SBY Mungkin Bohong Lagi?
presiden sby/ist
RMOL. Program paket murah prorakyat yang disampaikan Presiden SBY saat menutup Rapat Kerja Percepatan dan Perluasan Pembangunan Indonesia (P3I) di Istana Bogor, Selasa lalu ( 22/2) sulit terwujud bila pemerintah tidak mengubah pendekatan yang selama ini dilakukan.

Sejumlah hal patut dipertanyakan dan diuji untuk mengukur tingkat kemungkinan paket murah itu. Tanpa itu program yang disebut prorakyat ini kelak akan menjadi pepesan kosong baru, dan Presiden SBY akan disebut terindikasi berberbohong lagi.

Dalam program rumah murah untuk rakyat, misalnya, pertanyaan kunci yang diajukan berbagai pihak, misalnya Komite Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, adalah: apakah mungkin rakyat yang berpenghasilan rendah seperti buruh harian dan buruh outsourching, yang berpenghasilan hanya Rp 1,2 juta per bulan, juga pekerja sektor informal, bisa dianggap bankable untuk mendapatkan kredit dari bank demi memperoleh rumah murah itu?

Saat ini saja, sebut Prakoso Wibowo dari federasi itu, bank BUMN lebih senang membiayai sektor komsusmsi seperti kartu kredit, apartemen mewah dan rumah rumah untuk kalangan menengah.

Janji pemerintah menyediakan listrik murah dengan memerintahkan PLN mengurangi penggunaan BBM sebagai bahan bakar pembangkit listrik juga patut diragukan.

“Apakah SBY berani memaksa juragan-juragan batubara untuk menjual batubara sebagai penganti BBM untuk membangkitkan listrik PLN pada harga domestik atau harga yang ditentukan pemerintah, atau apakah SBY berani mencabut ijin eksploitasi produsen batubra yang tidak mau menjual dengan harga yang ditentukan oleh pemerintah?” tanya Prakoso.

Dia menjelaskan bahwa sampai saat ini hanya satu produsen batubara yang mau menjual batubaranya ke PLN pada harga yang ditentukan pemerintah. Sementara yang lainnya lebih suka menjual keluar negri dengan harga batubara dunia. Akibatnya. PLN tidak bisa menjual listrik pada harga yang pantas secara ekonomi.

“Yang ditawarkan SBY memang program prorakyat, bila direalisasikan dengan benar dan diperhitungkan dengan benar. Asal tidak mengunakan hitungan dari dukun yang sifatnya datang tiba-tiba tanpa perencanaan yang matang,” demikian Prakoso. [guh]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA