"Dia (Temazaro Harefa) ikut menerima dana," ujar Binahati di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, sesaat setelah diperiksa penyidik KPK (Selasa11/1).
Pada November 2010, KPK menetapkan Binahati B Baeha sebagai tersangka dalam dugaan korupsi penyelewengan dana bantuan pascabencana tsunami. Diduga, Binahati membagikan uang hasil korupsinya kepada sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nias.
Bahkan dikabarkan, beberapa pimpinan instansi penegak hukum di Kabupaten Nias turut menerima aliran dana bantuan tersebut.
Seperti diketahui, melalui Badan Nasional Pengendalian Bencana, Nias memperoleh dana bantuan sebesar Rp 9,48 miliar. Binahati B Baeha telah melakukan
mark-up pada poin pembelian barang dan jasa dalam kegiatan penanggulangan pascabencana tersebut. KPK menaksir kerugian negara akibat penyalahgunaan dana bantuan bencana tersebut mencapai Rp 3,8 miliar.
Atas tuduhan ini, Binahati dibayangi hukuman mati. Ini didasarkan pasal 2 ayat 2 Undang-undang 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu jika seseorang melakukan korupsi dengan data fiktif dan
mark up, ancamannya hukuman mati.
[ono]
BERITA TERKAIT: