"Satu kelemahan di bidang SDM, empat di bidang tata laksana, empat di bidang regulasi dan satu di bidang kelembagaan," ujar Wakil Ketua KPK, M Jasin, kepada wartawan di kantornya, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan (Jum'at, 31/12).
Ia menjelaskan, dari aspek regulasi, misalnya, ditemukan kelemahan tidak adanya
profiling terhadap perusahaan barang kena cukai sehingga terjadi subjektivitas dalam pengawasan dan pemberian layanan. Selain itu juga ditemukan adanya inkonsistensi antara Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomer 237/PMK.04/2009 dengan UU 11/1995 junto UU 39/2007 tentang pengenaan cukai untuk tujuan pengawasan dan pengendalian barang kena cukai, yang mengakibatkan tidak diterapkannya intensitas pengawasan dan pengendalian yang sama antara Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) kategori tradisonal dan etil alkohol, MMEA non tradisional dan hasil tembakau.
"Yang tradisional pengawasannya belum maksimal dan cenderung tidak ada cukainya," tegas Jasin.
Jasin menambahkan, kelemahan regulasi lainnya adalah soal penggunaan sistem teknologi aplikasi cukai yang masih sangat lemah. Menurutnya, secara teknologi informasi, penggunaan sistem teknologi tidak semuanya masuk ke dalam unsur-unsur yang bisa dipantau. Pihak KPK berusaha agar semua aspek di Bea Cukai bisa dipantau secara
online sehingga bisa meminimalisir adanya penyimpangan-penyimpangan.
"Kita ingin hasil temuan KPK ini bisa ditindaklanjuti sehingga bisa memperbaiki sistem Cukai agar penerimaan negara makin maksimal," tandas pria yang selalu mengenakan peci hitam ini.
[wah]
BERITA TERKAIT: