Izin Pendirian Rumah Ibadah Diwarnai Inkonsistensi Hukum

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Rabu, 22 Desember 2010, 13:23 WIB
Izin Pendirian Rumah Ibadah Diwarnai Inkonsistensi Hukum
ilustrasi
RMOL. Ada inkonsistensi penegakan hukum oleh pemerintah dalam banyak kasus kekerasan menyangkut izin pendirian rumah ibadah yang diatur dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM).

"Yang namanya pengrusakan itu adalah tindak pidana, tidak bisa didiamkan hanya karena yang melakukan itu kelompok mayoritas, pengrusakan itu pidana dan wajib ditindak," ujar pakar hukum, Margarito Kamis, kepada Rakyat Merdeka Online, Rabu (22/12).

Ditegaskannya, wewenang merobohkan bangunan yang tidak sesuai perizinan atau PBM, ada pada pemerintah daerah karena izin pendirian itu diberikan oleh pemerintah daerah.

"Bukan masyarakat yang merobohkan, yang membakar dan merusak," tegasnya.

Terhadap Peraturan Bersama Menteri tentang Izin Pendirian Rumah Ibadah, Margarito pun menyatakan ketidaksepakatannya. Ia mengatakan, izin mendirikan rumah ibadah tidak layak hanya diatur dalam bentuk Peraturan Bersama Menteri.

"Seharusnya itu diatur dalam bentuk UU," cetusnya.

Dan UU itu, lanjutnya, harus sesuai jiwa pasal 29 UUD 1945 yang menegaskan bahwa negara Indonesia berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

"Peraturan Bersama Menteri ini kan dibuat oleh masyarakat. Kenapa tidak buat saja UU yang kedudukannya lebih tinggi dan itu harus senafas dengan konstitusi karena disitu jelas disebut negara yang menjamin," tukas Margarito.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA