Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), La Ode Ida, mengatakan, polemik akibat pidato SBY pada 26 November lalu di sidang kabinet tidak akan terjadi kalau Sultan Hamengkubuwono X menyikapinya arif.
"Menurut saya, ada resistensi yang kuat dari Keraton Jogja yang terlalu berlebihan dalam tanggapi pernyataan Presiden terdahulu," ujar La Ode Ide kepada
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Kamis, 2/12).
Ditambahkannya, gagasan Presiden SBY yang diutarakannya di pidatonya bukanlah untuk menghancurkan Kesultanan Jogja tapi memposisikan Kesultanan dalam posisi yang mulia. Ditegaskan senator asal Sulawesi Tenggara ini, Indonesia memperlakukan semua wilayah dengan demokratis sampai pada tingkat lokal.
"Di negara dunia raja-raja itu tidak diperbolehkan memiliki kekuasaan politik karena politik kekuasaan itu kotor," tegasnya.
Ia pun menganggap SBY ingin meletakkan Sultan pada tempat ideal dimana Sultan harus mengayomi.
"SBY letakkan Sultan dalam posisi mulia, berada di atas pemerintah, jadi kira-kira begitu yang ingin digagas," jelasnya.
Namun diakuinya Presiden telah salah memanfaatkan momentum untuk membicarakan hal sensitif.
"Tidak tepat untuk terlalu terbuka dia mengatakan itu. Mereka berdua (SBY dan Sultan) saja bertemu selesai itu masalah," terangnya.
La Ode Ida yakin Presiden tidak ingin mencampuri urusan kekuasan di Jogjakarta seolah ada kepentingan politik SBY di provinsi bersejarah itu.
"Sultan itu pemangku kekuassan Jogja dan saya kira terlalu kecil SBY untuk mencampuri urusan keraton Jogja," pungkasnya.
[ald]