MBAH MARIDJAN WAFAT (9)

Mbah Marijan Tertawa, Merapi Juga Tertawa

Catatan Wartawan Senior Rakyat Merdeka, Cak Irwan Hadisuwarno

Selasa, 02 November 2010, 09:05 WIB
<i>Mbah Marijan Tertawa,  Merapi Juga Tertawa</i>
mbah maridjan/ist
Selalu ada tawa di tempat ini. Mbah Marijan, tak pernah kelihatan bersedih atau murung. Jika sesekali batuknya menggusik, hanya sebentar. Kepada orang-orang yang bertamu padanya, suguhan yang paling menyenangkan, ya tawa Mbah Marijan yang tak pernah berhenti itu.

SAYA menarik nafas agak pajang. Sisa tawa Mbah Marijan masih terdengar. Di antara diam, saya mengambil kesempatan bicara. Ini agak serius. Soal Merapi. Karena itu saya harus berhati-hati. Saya tahu, Mbah Marijan tidak akan pernah bisa dipancing untuk bicara Merapi dengan sembarangan.

“Sederek sedoyo, meniko sasmito, bilih Mbah Marijan gemujeng lakak-lakak, meniko pratondo Mbah Merapi mboten nopo-nopo. Leres to mbah?” Suasana mendadak hening. Mbah Marijan menandangi saya. Seketika, ada rasa takut. Barangkali, tidak seharusnya saya berkata begitu.

“Merapi juga tertawa. Itu biasa. Tidak usah ditakutkan. Seperti kita ini saja, Merapi juga butuh tertawa. Dan, itu ora nggowo memolo.” Kaget, saya mendengar Mbah Marijan berkata begitu. Semua juga ikut takjub. Tidak pernah ada yang berani mengajaknya berbicara soal Merapi, tapi hari itu, ia bicara dengan gamblang bahwa Merapi tidak apa-apa.

Mendengar kalimat Mbah Marijan, saya teringat ucapan siapapun, orang-orang yang berurusan dengan Merapi. Para relawan, orang-orang di sekitar lereng Merapi, atau tamu-tamu yang datang ke rumah Mbah Marijan. Mereka tahu, tidak boleh ngomong sembarangan soal Merapi.

“Jangan nyebut-nyebut Wedhus Gembel atau gunung njebluk. Itu pantangan keras. Bahkan Mbah Marijan sendiri tidak pernah menyebut nama Merapi. Kepada gunung itu, dia memanggilnya Mbah Buyut.” Seorang relawan mewanti-wanti saya, jauh sebelum saya memutuskan naik ke Merapi.

Seorang kawan memberi penjelasan, yang mencoba agak rasional-riligius mengapa tidak boleh menyebut Wedhus Gembel di Merapi. “Jika semua orang mengatakan Wedhus Gembel, lama-lama itu akan menjadi doa dan spirit. Akhirnya, Merapi benar-benar akan mengeluarkan Wedhus Gembel. Itu yang harus kita hindari,” katanya, sungguh-sungguh.

Iya juga sih. Makanya, pantas saja, Mbah Marijan sangat berhati-hati mengomentari soal gunung yang dijagainya berpuluh-puluh tahun itu. Buatnya, menunggui Merapi sama dengan menunggui makhluk yang kadang-kadang marah jika diomongin yang jelek-jelek.


Tentang ini, seorang tetangga Mbah Marijan berkisah, pernah ada warga Kinahrejo yang kesurupan di dekat beringin Kaliadem. Orang itu menyebut-nyebut Mbah Marijan agar hati-hati nggemong anak-cucu. Jangan sekali-sekali anak-cucu menjelek-jelekan Merapi dengan sebutan yang aneh-aneh. (bersambung)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA