"Momentumnya tergantung
reshuffle kabinet nanti," demikian ujar peneliti Lembaga Survey Indonesia, Burhanuddin Muhtadi saat ditemui wartawan di Gedung DPR Nusantara III, Senayan, Jakarta, Jumat (22/10).
Pada bagian lain, dia melihat sebenarnya statemen-statemen keras yang terlontar Golkar belakangan ini bertujuan untuk meningkatkan posisi tawar partai berlambang beringin itu.
"Setidaknya posisi Golkar ditambah dengan resiko-resiko yang belakangan diambil Golkar," tambah Mr. Han sapaan Burhanuddin.
Dalam jangka pendeknya, sebagai gambaran, usul-usul Golkar mulai dari dana aspirasi, dana Rp 1 miliar per desa, ataupun penambahan defisit anggaran, itu semua ditolak pemerintah. Dengan demikian Golkar tidak mendapatkan insentif jangka pendek. Begitu pula secara insentif elektroral berdasarkan riset LSI.
"Golkar terperangkap dalam koalisi," cetus Burhan.
Burhan menjelaskan, walau muncul sentimen positif terhadap pemerintah yang mendapatkan untung adalah Demokrat. Lepas dari kenyataan bahwa pendukung pemerintah hanya Demokrat. Sementara, kalau sentimen publik negatif terhadap pemerintah maka yang diuntungkan hanya PDI Perjuangan.
Belakang ini, dalam pandangan Burhan, memang banyak hal yang membuat Golkar guncang. Kalaupun Golkar memilih keluar dari koalisi tapi tidak ada jamiman mendapat intensif eletroral karena kavling oposisi sudah diambil PDIP.
"Kalau tetap di dalam dia (Aburizal Bakrie) mau tak mau jadi bemper SBY karena dia Ketua Harian Setgab," tandas dia.
[wid]
BERITA TERKAIT: