WAWANCARA (2)

Inilah Cara Mengantisipasi Kedigdayaan Ekonomi Neoliberal

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 21 Oktober 2010, 17:54 WIB
Inilah Cara Mengantisipasi Kedigdayaan Ekonomi Neoliberal
neolib/ist
RMOL. Cornelis Lay, Guru Besar Ilmu Politik dan Pemerintahan Fisipol  UGM (Universitas Gajah Mada) sempat berbincang dengan Rakyat Merdeka Online di Leiden, Negeri Belanda.

Dalam perbincangan tersebut, Cornelis Lay berpendapat, liberalisasi dan penerapan kebijakan neoliberal  sangat berkembang sekarang ini di Indonesia itu,  bukan saja berlangsung ke dalam negara dalam arti institusi politik tidak terlibat sebagai pengatur sumber daya dan membiarkan kepada pasar, tetapi juga ekonomi domestik dalam negeri kita itu dipaksa untuk bersaing dengan  kekuatan ekonomi yang datang dari luar.

Lalu bagaimana untuk mencegah penjajahan neoliberalisme, berikut lanjutan petikan wawancara Rakyat Merdeka Online dengan Cornelis Lay.

Bagaimana menurut Anda mengantisipasi kedigdayaan ekonomi neoliberal?

Ya, mestinya fungsi-fungsi  negara itu diletakkan secara wajar. Artinya ada fungsi di mana negara itu memang harus berperan sebagai regulator.  Dia mengatur saja, dia tidak perlu terlibat di dalam proses , tidak perlu mengintervensi dalam produksi, tidak perlu mengintervensi dalam distribusi. Tetapi dia mengatur agar supaya proses  itu berjalan dengan baik, adil untuk semua orang.

Nah, mungkin pasar bekerja di situ. Tetapi ada saatnya negara itu berfungsi  cukup sebagai fasilitator. Di mana dia hanya akan membantu  mereka-mereka yang tidak punya kapasitas untuk berkompetisi. Tetapi ada saatnya memang negara itu harus berfungsi sebagai produsen dan distributor. Terutama untuk produk-produk yang memang tidak mungkin dibiarkan ke publik. Ini contoh saja pendidikan, kesehatan. Itu harusnya tanggungjawab pokok negara untuk membuat rakyatnya sehat, membuat rakyatnya cerdas.

Nah itu tidak bisa negara kemudian sudahlah, negara hanya sekedar ngatur,  bikin peraturan pemerintah atau undang-undang , agar supaya perguruan tinggi ini tidak saling membunuh dengan perguruan tinggi  yang lain dan seterusnya. Karena idenya itu bukan sekedar mengajarkan satu tambah satu berapa, satu kali satu itu berapa. Tetapi idenya itu adalah, bahwa pendidikan itu sekaligus medan  untuk membentuk keindonesiaan, medan untuk membentuk kharakter bangsa, medan untuk membangun kebudayaan bangsa.

Mengapa itu menjadi penting?

Karena semua bangsa yang besar itu pasti punya kekuatan dalam pendidikan, yaitu medan untuk membentuk kharakter bangsa, medan untuk membangun kebudayaan itu tadi. Jepang tidak mungkin tumbuh menjadi negara besar tanpa karakteristik yang sangat keras dari Jepang yang diturunkan dari generasik ke generasi  dalam proses pendidikan.  Di Amerika Serikat, memang karena nilai yang diajarkan dari dulu memang nilai individualitas dan kapasitas kompetisi itu tradisi yang dikembangkan seperti di Eropa.

Kalau di Indonesia mana yang mau diturunkan? Tidak ada. Karena isu-isu pendidikannya hanya itu. Atau hal-hal yang memang amat strategis yang tidak bisa dialihkan. Amerika Serikat sangat liberal. Tetapi ketika ada perusahan dari Negara Arab mau membeli port (dermaga)nya, yang ditinjau dari sudut keuangan, efesiensi  macam-macam  tidak menguntungkan, itu ditutup habis oleh Kongres AS tidak boleh dijual. Tidak boleh yang namanya portnya Amerika Serikat itu djual, diswastakan apalagi dijual kepada pihak asing dari Negara Arab itu.

Nah, AS-negara yang kita anggap setia kepada prinsip-prinsip neoliberal atau liberalisme secara keseluruhan saja masih merasa perlu melindungi rakyatnya, kepentingan nasionalnya. Masa Indonesia boleh atau kok begitu mudahnya memberika ruang bagi pasar itu masuk ke mana-mana saja. Ini contoh yang paling konkret.

Sampai hari ini, petani di Eropa, di AS, tetap dilindungi oleh pemerintahnya dengan diberi subsidi yang sangat luar biasa besarnya.  Di Indonesia, kita merasa bahwa, kalau kita melindungi petani kita adalah kejahatan. Ini agak aneh, karena kita dianggap melakukan kejahatan terhadap pasar. Padahal dengan tidak melindungi petani  kita, justru kita melakukan kejahatan terhadap rakyat kita.

Permasalahan yang mungkin memprihatinkan adalah soal penanaman modal asing. Seperti diketahui Undang-undang Penanaman Modal Asing  diganti  dengan Undang-undang Penanaman Modal.  Bagaimana penilaian Anda?

Justru itu, salah satu indikasi paling kuat kenapa orang  mengatakan  kita (Indonesia) itu sudah betul-betul ditekuk oleh ide neoliberal. Ya ditetapkannya UU Penanaman Modal itu. Undang-undang tentang kepabeanan, UU tentang pelabuhan dan undang-undang tentang apalagi itu semuanya pokoknya tidak ada lagi pembeda antara dalam negeri dan luar negeri.  Para pemilik perusahaan-perusahan dari luar negeri  dan dalam negeri  silakan  berkelahi, silakan bunuh-bunuhan, silakan cekik-cekikan, yang penting adalah anda jalan. Dan hasilnya kita bisa bayangkan, tidak mungkin perusahaan-perusahaan nasional kita itu bisa mampu  bersaing  dan bertahan.  Bukan karena mereka tidak cukup cakap, tetapi secara kultural mereka sudah terlampau lama hidup dalam proteksi  negara, terlampau lama dipaksa  untuk  menjadi outlooking hanya berkompetisi kedalam.  Karena ketika itu dilepas, ya bubar semua. (Bersambung) [arp]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA