“Warga desa yang memilih tetap tinggal itu untuk menjaga keamanan desanya masing-masing,” ujar Berry Sitepu dari Yayasan Kempu Geriten kepada
Rakyat Merdeka Online di Desa Batu Karang, Payung, Selasa (31/8).
Berry juga menambahkan, saat ini puluhan warga desa yang bertahan di desa seperti Perteguhen, Torong, Naman, Gong Pinto, Kutambelin, Sukandebi, Sukanalu, Sigarang-garang, Kuta Rakyat, Selandi Baru-Selandi Lama, Perbaji, Temburun, Tanjung Merawa, Mardinding, Kutambaru, Sukatendel, Susuk, Penampen, Gunung Berlawan, Kutakepar, Tapak Kuda, Nari Gunung, Guru Kinayan, Payung, kekurangan bantuan makanan dan kesehatan. Pasalnya, tidak ada bantuan yang disalurkan ke daerah-daerah yang masuk ke dalam Zona Awas I itu.
Sementara itu, Oki Teger Mahatidana Bangun, aktivis Yayasan Kempu Geritan berpendapat, pendirian posko-posko darurat di masing-masing desa untuk menjaga keamanan di wilayah yang telah dikosongkan penting dilakukan. Pasalnya, selain menjaga aset ekonomi dan memberikan rasa kenyamanan bagi warga yang mengungsi, posko darurat juga menjadi tempat komunikasi antar warga yang menetap dengan para pengungsi.
“Posko darurat yang tidak terdaftar di posko pusat itu juga penting didirikan. Karena banyak aset ekonomi warga yang ditinggalkan mengungsi. Dengan adanya warga yang tetap tinggal di desa, pengungsi dapat merasa aman ketika tinggal di persinggahan. Posko darurat itulah nantinya yang akan melaporkan setiap peristiwa yang berlangsung di desa selama desa ditinggalkan warga mengungsi,” ujar dia ketika mengunjungi Desa Payung yang dihuni beberapa warga.
[arp]
BERITA TERKAIT: