Antrian rumah tangga yang kekurangan jumlah minyak goreng tersebut terlaporkan panjang mengular. Ketergantungan ekonomi rumah tangga perkotaan terhadap minyak goreng menjadikan pemerintah terkesankan tidak berdaya untuk segera berhasil menghapus antrian panjang minyak goreng. Antrian panjang minyak goreng memberikan citra yang sangat buruk terhadap kinerja praktik UU Perdagangan.
Masalah yang membesar sebagai konsekuensi atas ketimpangan ekonomi yang besar pada proporsi penduduk 40 persen strata terbawah dibandingkan 40 persen strata paling atas terhadap selera memasak dengan cara menggoreng makanan bahan mentah.
Sekalipun urusan menyajikan makanan di meja makan tersedia pilihan untuk rebus-merebus dibandingkan urusan goreng-menggoreng, namun pecinta masakan dengan cara goreng-menggoreng telah berkembang menjadi masalah citra politik kinerja pemerintah, yang kurang mampu memenuhi kebutuhan selera ekonomi rumah tangga dalam menggoreng makanan untuk dihidangkan di atas meja makan.
Urusan selera menggoreng makanan kemudian membuat masyarakat menilai kurang baik terhadap kemampuan dan loyalitas dari kinerja 74 pabrik minyak goreng berbahan baku sawit di Indonesia tahun 2020.
Pabrik minyak goreng tersebut terkesankan bertindak kurang bijaksana dan adil dalam memelihara kepentingan distribusi minyak goreng untuk dijual ke dalam negeri dibandingkan ekspor ke luar negeri.
Pilihan kepentingan dalam melayani pasar dalam negeri yang sudah sebanyak 56,28 persen itu pun kemudian terkesankan dipandang kurang berpihak pada kepentingan nasional, sekalipun urusan kekurangan jumlah minyak goreng pada tingkat pengeluaran ekonomi rumah tangga strata bawah lebih disebabkan dipicu oleh masalah mendasar dari ketimpangan ekonomi pada struktur distribusi pengeluaran penduduk, yang sesungguhnya lebih mengemuka dibandingkan urusan kepentingan penataan kuota ekspor perdagangan minyak goreng.
Urusan daya beli konsumen rumah tangga yang menerima 85,32 persen dari pola distribusi minyak goreng ini terjadi setelah harga minyak goreng mencuat terkesankan tidak terbeli pada tingkat pedagang eceran. Juga tidak tersedianya minyak goreng pada supermarket.
Kebijakan penjualan minyak goreng berkemasan curah dan bermerk, serta penetapan harga acuan minyak goreng telah memicu goncangan ketersediaan penjualan minyak goreng di tingkat pedagang eceran dan supermarket di dalam negeri.
Struktur pasar minyak goreng
monopolistic competition, yang terdiferensiasi pada keberagaman harga, kualitas, kemasan, dan merk menjadi tergoncang-goncang hiruk-pikuk sebagai akibat dari pemberlakuan kebijakan minyak goreng pada posisi ketimpangan pengeluaran ekonomi rumah tangga di atas.

Penulis adalah peneliti Indef, yang juga pengajar Universitas Mercu Buana
BERITA TERKAIT: