Kayakinan Mahathir ini perlu dipuji. Dalam usianya yang sedemikian tua, pandangannya tetap ideologis. Pada tahun 1998, ketika Datuk Anwar Ibrahim, deputi dia, ingin membuka sistem keuangan moneter Malaysia menjadi bebas, tanpa izin dia, langsung Anwar dia penjarakan, karena Mahathir tidak ingin negaranya di kontrol Barat. Faktanya Malaysia selamat, Indonesia hancur 1998.
Pada saat China hampir mengambil alih bangsa Malaysia, belakangan ini, Mahathir yang tua renta bangkit mengambil alih kepemimpinan Malaysia, mengisolir pengaruh RRC, sekarang akan dikembalikan dalam kerjasama negara-negara Islam.
Tema kebangkitan peradaban Islam selalu muncul dan tenggelam. Sukarno dulu masuk pada tema kebangkitan Asia-Afrika. Jokowi tanpa tema, dan cenderung masuk pada OBOR RRC. Dalam situasi Indonesia memiliki umat Islam 85 persen dan terbesar di dunia, tanpa pemimpin Islam level dunia, maka umat Islam akan menerima perkembangan peradaban atau kebangkitannya dari lintas negara. Dalam kekinian dari pandangan-pandangan yang dibangun Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Mahathir dan PM Pakistan Imran Khan.
Benarkah?
Begitulah pertarungan peradaban di dunia. Negara hanyalah proxy kepentingan pertarungan peradaban-peradaban yang ada. Saat ini seluruh pengetahuan dan pikiran-pikiran yang diajarkan di kampus-kampus adalah pengetahuan barat sekuler, misalnya ajaran ekonomi di sekolah-sekolah "prinsip ekonomi adalah dengan modal sekecil-kecilnya, untung sebesar-sebesarnya". Tidak ada lagi Hari Koperasi 12 Juli semarak dengan "Koperasi Sokoguru Perekonomian Bangsa".
Setelah peradaban barat, China Raya pasti akan menawarkan suatu peradaban atheis lainnya, jika berhasil dalam OBOR (One Belt One Road). Nah, jika Mahathir umur panjang, kemungkinan ide kebangkitan peradaban Islam ini bisa dia kerjakan. Tentu disinilah umat Islam Indonesia perlu mendekatkan diri kepada Datuk Mahathir.
Mari kita cermati perkembangan ini. Mungkinkah Islamic Civilization bangkit kembali?
Allhua'lam.
Penulis adalah Direktur Eksekutif Sabang Merauke Center (SMC).
BERITA TERKAIT: