Perwira Pertama TNI AD mengisahkan bahwa pada saat itu dalam perjalanan pulang kerumahnya di bilangan Kelapa Gading Timur dari makan malam di wilayah Kelapa Gading dengan mengendarai sepeda motor. Saat di daerah Kelapa Hibrida, sepeda motornya dihantam keras dari belakang oleh seorang yang berinisial EH, karyawan pengantar Pizza Hut Dilevery (PHD) Kelapa Gading.
Setelah sama sama terjatuh dan tergeletak, sang penabrak terlihat menelepon menghubungi seseorang. Tak lama datanglah dua orang karyawan Pizza lainnya yang ajaibnya bukan langsung menolong korban yang ditabrak tapi justru dengan cepat menyelamatkan box pizza untuk segera diantarkan ke pemesan. Sekitar 10 menit berlalu rupanya sang pengantar pizza tadi kembali kelokasi kecelakaan dan melihat korban masih dipinggir jalan sedang ditolong warga sekitar.
Dari atas motor ia berteriak kepada temannya yang dilokasi bawa paket pizzanya ditolak oleh konsumen Karen pizzanya sudah hancur.
EH berstatus karyawan magang PHD, diketahui tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM). EH diterima bekerja dengan memalsukan foto copy SIM (SIM asli saat penerimaan tidak dicek perusahaan). Pengakuan EH bahwa dia terburu-buru mengantar paket pizza karena sudah mendekati ambang batas 30 menit semenjak pizzadi order. EH juga mengakui bahwa rem belakang sepeda motornya kurang pakem.
Paskah kecelakan korban dibawa ke rumah sakit oleh warga yang ada di sekitar Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan dokter memvonis bahwa korban mengalami patah remuk bagian punggung kaki.
Hingga tiga hari korban dirawat dir umah sakit belum juga ada tanda-tanda adanya wujud simpati dan rasa bertanggung jawab dari pihak manajemen PHD Kelapa Gading. Barulah setelah kunjungan dari teman-teman korban ke outlet PHD Kelapa Gading yang meminta pertanggung jawaban manajemen, pihak manajer outlet PHD Kelapa Gading datang ke rumah korban dengan dikawal tiga oknum aparat. Meski korban tersinggung dengan kedatangan oknum aparat tersebut dan sempat memarahi mereka tapi korban tetap berusaha memahami mitra rekan korps lain matranya itu.
Keesokan harinya manajer outlet PHD Kelapa Gading datang lagi menyampaikan bahwa kebijakan di pusat (Kantor Pusat PHD) hanya dapat bertanggung jawab maksimal dengan memberikan uang santunan 2 juta rupiah dan bingkisan Pizza atas remuknya kaki yang diderita korban.
Mendengar hal tersebut korban merasa tidak puas dengan cara-cara penyelesaian dari pihak manajemen PHD. Korban merasa bahwa nilai uang ganti rugi yang ditanggung oleh pihak manajemen PHD tidak sesuai dengan kerugian matreril maupun non materil yang ditanggung oleh korban dan keluarganya.
Korban bertekad akan terus berupaya untuk menuntut hak-haknya. Hal ini diucapkan langsung ke manajemen PHD yang datang ke rumahnya. "Tunggu kesehatan saya sedikit membaik, akan saya tuntut hak saya". Itu adalah statmennya kepada manajer PHD. Korban berfikir bahwa bila saja kepada Perwira TNI pihak manajemen Pusat PHD bisa berbuat sesukanya dalam hal bertanggung jawab akibat kelalaian mereka, apalagi yang menjadi korban adalah rakyat kecil.
Diyakini sudah banyak korban baik dari sang petugas pengantar Pizza maupun dari pengguna jalan yang terkapar diaspal akibat dari kebijakan 30 menit pesanan tiba. Kondisi lalu lintas setiap kota tentu berbeda, Jakarta yang semerawut tentu tidak bisa dibandingkan sama dengan kota-kota lain yang lebih teratur dan tidak begitu banyak kendaraan.
Pihak manajemen harus mempertimbangkan hal ini tersebut. Jangan sampai karena ingin untung besar sehingga membuat kebijakan yang mengesampingkan aspek keamanan pengguna jalan dan juga petugas pengantar paket.
Akbar Kiahaly
Tinggal di Jakarta Timur