Begitu penilaian dari analis politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (27/11).
Sebagai kader PDIP, seharusnya Jokowi menjaga mulutnya untuk tidak sesumbar mengenai kriteria calon presiden. Terlebih, kriteria calon presiden yang disebut Jokowi kontradiktif dengan mayoritas pilihan PDIP, yakni Puan Maharani.
"Ketersinggungan kader PDIP itu kiranya wajar karena Jokowi dinilai sudah melampaui kewenangan sebagai kader PDIP. Sebab, di internal PDIP kewenangan menentukan capres sudah diberikan kepada Ketua Umum Megawati Soekarnoputri,†kata Jamiluddin.
Di internal partai, tidak ada kader PDIP yang boleh menyampaikan capres, apalagi sudah mengarah kepada sosok tertentu. Sejumlah kader yang melakukan manuver untuk menggolkan capres tertentu diberi sanksi oleh PDIP. Seharusnya Jokowi sebagai kader juga mengindahkan aturan tersebut.
"Hal itu dinilai sudah melanggar kesepakatan di internal PDIP. Selain itu, sebagai presiden Jokowi juga terlalu sering berbicara capres. Sebagai presiden, Jokowi terkesan sudah mengambil peran partai politik, khususnya ketua umum partai,†tegasnya
"Hal demikian tentu kurang baik karena bukan fungsi dan tugas presiden. Presiden idealnya secara terbuka tidak berpihak kepada salah satu bakal capres,†sambung Jamiluddin.
BERITA TERKAIT: