Hal tersebut disesali oleh banyak kalangan, lantaran BRIN telah disusupi unsur politis.
Anggota Komisi IX DPR RI, Kurniasih Mufidayati, menyayangkan peleburan LBM Eijkman ke dalam BRIN tidak dipersiapkan dengan baik.
"Kita sayangkan peleburan Eijkman terjadi pada saat-saat Eijkman tengah melakukan pekerjaan besar yakni pengembangan Vaksin Merah Putih yang hingga kini belum diketahui kapan target selesainya. Termasuk penelurusan
whole genome sequencing varian Omicron yang sudah mencapai 152 kasus di Indonesia," ujar Mufida dalam keterangannyanya, Selasa (4/1).
Mufida memberikan catatan, peleburan harus bisa memastikan bahwa kegiatan riset dan pengembangan yang saat ini dilakukan tetap bisa berjalan, bahkan lebih cepat.
"Demikian juga dengan peneliti non-PNS-nya, tidak terlantar dan terabaikan. Opsi-opsi bagi 131 peneliti yang diberhentikan juga memerlukan waktu, baik dari seleksi maupun proses yang disebut beasiswa penelitian karena terkait anggaran tahunan," beber politikus PKS ini.
Mufida juga melihat BRIN memiliki postur yang sangat gemuk dengan penggabungan lembaga-lembaga riset seperti BPPT, LIPI, Batan, Lapan, dan Eijkman.
Ia menyebut peleburan ini juga masih belum menunjukkan kejelasan arah sehingga berdampak pada keengganan dari peneliti untuk dilebur ke dalam BRIN.
"Sebelum dilebur, Kepala BPPT juga tidak sepakat dengan istilah peleburan, tapi koordinasi. Artinya ada semacam keengganan dari masing-masing entitas karena khawatir tentang nasib penelitian yang sudah berjalan saat ini," terang Mufida.
Secara khusus Mufida juga khawatir dengan peleburan ini lembaga internasional yang selama ini bekerjasama dan banyak mendukung Eijkman akan mundur dan meninjau ulang kerjasama mereka.
"Isunya soal kepercayaan, apalagi sejak awal komposisi Dewan Pengarah BRIN yang terdiri dari politisi dan pebisnis bukan murni profesional di bidang riset yang menimbulkan pertanyaan, dan lagi-lagi soal
trust,†demikian Mufida.