Menurut pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M Jamiluddin Ritonga, hal itu terlihat pada sikap Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri yang mempersilakan kadernya mundur jika tidak sejalan dengan perintah DPP dalam menyongsong Pemilu 2024.
"Megawati terkesan tidak memberi ruang perbedaan pada kadernya, khususnya dalam urusan capres yang akan diusung PDIP pada pilpres 2024. Padahal, nama PDIP memuat nama demokrasi," kata Jamiluddin, Sabtu (30/10).
Melihat dinamika internal partai, Jamiluddin menduga pernyataan Megawati tersebut ditujukan bagi para pendukung Gubenur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Jika hal ini benar, maka PDIP sama sama tidak demokratis.
"Kalau pernyataan itu ditujukan kepada kader PDIP yang mendukung Ganjar Pranowo menjadi capres, tentu Megawati terkesan otoriter," ujar Jamiluddin.
PDIP, kata Jamiluddin, seharusnya memberi contoh berdemokrasi yang baik pada internal maupun eksternal partainya. Hal itu yang semestinya dicontohkan Megawati secara konsisten kepada anak bangsa.
"Megawati terkesan tidak mengakomodir perbedaan pendapat. Suara akar rumput yang berbeda dengan kehendak DPP terkesan ingin dibungkam. Pernyataan Megawati itu cenderung memuat ancaman kepada kadernya. Para kader tidak diberi pilihan sama sekali," tandasnya.
BERITA TERKAIT: