Analis politik Kedaikopi, Hendri Satrio bahkan mengaku sempat bangga dengan cara yang ditunjukkan Jokowi itu. Pasalnya, Jokowi mengutamakan dialog dalam relokasi tersebut dan berkali kali menemui para pedagang.
“Saya sangat bangga dengan 52 kali dialog dengan pedagang pasar untuk memindahkan pedagang dari tempat A ke tempat lain," kata Hendri saat menjadi pembicara dalam diskusi yang digelar FrontPage Communication bertema “Meraba Wajah Kabinet Jokowi Jilid II†di Bilangan Cikini, Jakarta, Kamis (26/9).
Namun demikian, kini kebanggaannya kepada Jokowi itu sirna. Pasalnya, mantan gubernur DKI Jakarta tersebut tidak lagi mengedepankan dialog dalam mengambil kebijakan saat menjadi presiden.
“Dalam revisi UU KPK, dia tidak satu kali pun berdialog, terus terang ini membuat saya resah," ungkapnya menambahkan.
Hendri mengaku tidak habis pikir mengapa cara dialog tiba-tiba ditinggalkan Jokowi. Dia duga, bisa jadi cara itu ditinggalkan karena Jokowi tidak akan ikut berkompetisi politik lagi setelah terpilih sebagai presiden periode kedua.
"Apakah ini yang diartikan dari pernyataan dia (Jokowi), "saya tidak ada lagi beban hidupâ€,†kata pria yang akrab disapa Hensat itu.
Apa akibatnya ketika Jokowi tidak lagi membuka pintu dialog. Kata Hendri, informasi pihak Istana menjadi tidak utuh dan semua keputusannya menjadi tidak jelas arahnya.
"Dengan tidak adanya dialog ini kemudian Istana jadi serampangan, contoh kemarin Pak Moeldoko bilang KPK menghambat investasi," pungkasnya.
Diskusi ini turut dihadiri oleh Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik (Himapol) Indonesia, Febri Rahmat; Direktur Program Cedes, Edy Mulyadi; aktivis anti korupsi, Adhie Massardi; dan Litbang RMOL, Faisal Mahrawa sebagai narasumber. Sementara Wapimred
Kantor Berita Politik RMOL, Ruslan Tambak bertindak sebagai moderator.
BERITA TERKAIT: