Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid menilai wacana itu dapat menimbulkan keregangan hubungan antara militer dan sipil.
"Wacana kebijakan itu berbahaya bagi relasi dan sipil di Indonesia. Wacana kebijakan itu merugikan TNI itu sendiri, serta mengancam kelangsungan reformasi militer itu sendiri," jelasnya saat beraksi di depan Istana Merdeka, Kamis (28/2).
Diuraikan Hamid, prajurit TNI didik untuk bersiap menjadi militer tempur terbaik. Sehingga, negara akan rugi jika para jenderal yang sudah ahli di bidang strategi perang dan militer kemudian berkecimpung di ranah sipil.
"Begitu banyak uang negara diinvestasikan untuk membangun profesionalisme mereka, beli senjata perlengkapan militer. Tiba-tiba ketika seharusnya menuai dia justru keluar dari kandang tentara dan mengurusi bukan urusan pertahanan," tambah Hamid.
Di sinilah, Hamid meminta kebijakan pemerintah yang berpotensi mengembalikan dwifungsi ABRI benar-benar dikaji kembali. Dia tidak ingin para jenderal TNI lebih ahli di bidang bisnis dan politik ketimbang pertahanan, sebagaimana yang pernah terjadi saat Orde Baru.
"Di masa Orba tentara ahli bisnis, ahli politik. Tapi tidak ahli dalam bidangnya sendiri, itu yang harus kita cegah," tegasnya.
***