Catatan singkat ini dinilai penting untuk mengingatkan kita kembali pada konstruski bailout Bank Century. Terutama bagi generasi millenial, kids zaman now, hal ini penting untuk diketahui.
Boediono telah berkantor sekitar lima bulan, ketika pada 30 Oktober 2008, Bank Century mengajukan Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) sebesar Rp 1 triliun. Permintaan ini diulangi Bank Century pada tanggal 3 November 2008.
Kala itu menurut analisis BI, Capital Adequacy Ratio (CAR) Bank Century hanya sebesar positif 2,35 persen. Masih jauh di bawah CAR minimal untuk mendapatkan FPJP yang dinyatakan dalam Peraturan BI 10/26/PBI/2008, yakni sebesar positif 8 persen.
Dalam laporan investigasi Bank Century yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) setelah kasus ini merebak ke permukaan, disebutkan bahwa pada tanggal 14 November 2008 BI mengubah persyaratan CAR untuk mendapatkan FPJP menjadi “positif†saja.
Adapun penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa posisi CAR Bank Century pada tanggal 31 Oktober 2008 sudah, tolong dicatat, negatif 3,53 persen. Sehingga seharusnya Bank Century tidak memenuhi syarat untuk memperoleh FPJP walaupun syarat untuk mendapatkannya telah dipermak.
Selain itu, BPK juga menemukan bahwa sebagian jaminan FPJP yang disampaikan Bank Century senilai Rp 467,99 miliar nyata-nyata tidak secure. Namun demikian, Boediono tetap "berbaik hati" merestui FPJP untuk Bank Century.
Inilah awal “sejarah†megaskandal danatalangan Bank Century.
Berikutnya adalah babak kedua dari megaskandal danatalangan Bank Century.
Fragmen ini dimulai beberapa saat sebelum Rapat Rapat Koordinasi Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) yang hanya beranggotakan dua orang, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang merangkap, dan Boediono dalam kapasitasnya sebagai Gubernur BI kala itu.
Malam hari, 20 November 2008, Boediono menandatangani surat bernomor 10/232/GBI/Rahasia tentang Penetapan Status Bank Gagal PT Bank Century Tbk. dan Penanganan Tindak Lanjutnya.
Di dalam surat itu, antara lain, disebutkan bahwa salah satu cara untuk mendongkrak rasio kecukupan modal bank Century dari negatif 3,53 persen (per 31 Oktober 2008) menjadi positif 8 persen adalah dengan menyuntikkan dana segar sebagai Penyertaan Modal Sementara (PMS) sebesar Rp 632 miliar.
Surat itulah yang kemudian dibahas dalam Rapat KSSK subuh keesokan harinya, 21 November 2008.
Jadi tidak usah heran kalau Boediono yang paling ngotot dalam “rapat konsultasi†menjelang Rapat KSSK di gedung Djuanda, kompleks Kementerian Keuangan, malam itu.
Jejak sikap ngotot Boediono dapat ditelusuri dari transkrip rekaman pembicaraan dalam rapat konsultasi dan dokumen resmi notulensi rapat konsultasi yang beredar luas di masyarakat pada akhir tahun 2009 lalu.
Dokumen-dokumen seperti ini adalah bahan yang digunakan sejarawan untuk mengkaji peristiwa-peristiwa di masa lalu, toh.
Dalam notulensi “rapat konsultasi†setebal lima halaman itu disebutkan bahwa rapat yang dipimpin Sri Mulyani dibuka sebelas menit lewat tengah malam tanggal 21 November 2008. Juga disebutkan bahwa rapat digelar khusus untuk membahas usul BI agar Bank Century yang oleh BI diberi status “Bank Gagal yang Ditengarai Berdampak Sistemik†dinaikkan statusnya menjadi “Bank Gagal yang Berdampak Sistemikâ€.
Setelah dibuka, Boediono mendapatkan kesempatan pertama untuk mempresentasikan permasalahan yang sedang dihadapi Bank Century.
Menurut Boediono, selain harus dinaikkan statusnya menjadi “Bank Gagal yang Berdampak Sistemikâ€, Bank Century juga perlu dibantu dengan dana segar sebesar Rp 632 miliar untuk mendongkrak rasio kecukupan modal menjadi positif 8 persen.
Menyikapi presentasi Boediono, Sri Mulyani mengatakan bahwa reputasi Bank Century selama ini, sejak berdiri Desember 2004 dari merger Bank Danpac, Bank CIC, dan Bank Pikko, memang sudah tidak bagus. Lalu Sri Mulyani meminta agar peserta rapat yang lain memberikan komentar atas saran Boediono.
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) juga menolak penilaian BI. Menurut BKF, “analisa risiko sistemik yang diberikan BI belum didukung data yang cukup dan terukur untuk menyatakan bahwa Bank Century dapat menimbulkan risiko sistemik. Menurut BKF, analisa BI lebih bersifat analisa dampak psikologis.â€
Sikap Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) pun hampir serupa. Dengan mempertimbangkan ukuran Bank Century yang tidak besar, secara finansial Bank Century tidak akan menimbulkan risiko yang signifikan terhadap bank-bank lain. “Sehingga risiko sistemik lebih kepada dampak psikologis.â€
Tetapi Boediono bertahan pada pendapatnya. Dan pada akhirnya ia memenangkan pertarungan dalam rapat tertutup KSSK yang hanya dihadiri dirinya, Sri Mulyani dan Sekretaris KSSK Raden Pardede.
Sampai disini, bailout untuk Bank Century tidak berhenti. Dia akan terus dikucurkan oleh SMI hingga pertengahan tahun 2009, menjelang Pilpres 2009 yang menempatkan Boediono sebagai kandidat wapres.
[guh]
BERITA TERKAIT: