Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Harga Kaki Lima, Kualitas Bintang Lima

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/tatang-muttaqin-5'>TATANG MUTTAQIN</a>
OLEH: TATANG MUTTAQIN
  • Sabtu, 18 Maret 2017, 07:55 WIB
<i>Harga Kaki Lima, Kualitas Bintang Lima</i>
SETELAH tinggal selama empat tahun setengah di Kota paling utara Negeri Kincir Angin ini dan bersiap kembali ke tanah air tercinta, mengingatkan saya pada "motto" tempat mangkal makan bersama keluarga jika jalan-jalan di akhir pekan, "harga kaki lima, kualitas bintang lima."

Begitulah ungkapan ringkas tentang belajar di Universitas Groningen sambil membesarkan tiga anak yang dua di antaranya memasuki masa remaja.

Dengan populasi penduduk sekitar 201,865 (2016) atau setara gabungan kecamatan Menteng dan Tanah Abang di Jakarta Pusat namun tinggal di hamparan seluas 2.960 km2  atau lima kali lipat luas daratan Jakarta 662 km2, menjadikan Kota Groningen terkesan sebagai kota yang sepi. Perpaduan jumlah penduduk yang tak terlalu padat dan desain kebijakan publik yang sejak lama ramah lingkungan, menjadikan Groningen sebagai kota paling nyaman di dunia untuk bersepeda sehingga menjadi contoh bagi berbagai kota di seluruh jagat raya (Guardian, 29/7/2015).

Keramahan kota untuk pesepeda tak dapat dilepaskan dari politisi lokal sayap kiri yang bernama Max van den Berg yang melakukan kebijakan yang revolusioner di tahun 1970-an. Dengan mengeluarkan mobil dari kota dan membuat ruang-ruang kota yang ramah untuk pejalan kaki dan pesepeda.

Kebijakan ini membuat bersepeda di dalam kota tak hanya lebih murah namun lebih cepat di dalam kota dibandingkan berkendara mobil. Sebagian besar penghuni Groningen menggunakan sepeda mencapai 61 persen bahkan untuk pelajar, guru, mahasiswa dan dosen mencapai 70 persen menggunakan sepeda.

Kondisi ini membuat saya sendiri nyaris tak menggunakan bis di dalam kota yang juga terbilang nyaman dan paling murah di banding kota-kota lain di Belanda. Lewat moda transportasi sepeda inilah, maka biaya transportasi menjadi minimalis alias nyaris nol, kecuali sepedanya hilang atau dicuri.

Sekalipun penduduk tak banyak dan lebih identik sebagai kota pendidikan, pemerintahan (Gementee) Groningen juga cukup kaya. Di samping memiliki gas alam yang dikelola dua perusahaan GasUnie dan GasTerra, juga ada ada perusahaan penerbitan, Noordhoff Uitgevers, perusahaan rokok yang cukup mentereng Royal Theodorus Niemeyer, asuransi kesehatan Menzis, atau perusahaan distilasi, Hooghoudt. Bahkan dulu dikenal dengan pabrik gula, The Suiker Unie yang mampu memproduksi tak kurang dari 250 ribu ton gula. Sisa-sisa kejayaan pabrik gula ini ada di pinggir kota Groningen, Hoogkerk yang masih mampu berproduksi di atas 200 ribu ton.

Seiring dengan semakin berkembangnya pendidikan di Groningen, beragam bisnis jasa juga tumbuh wabilkhusus bidang teknologi komunikasi dan informasi, life sciences, pariwisata, hotel dan makanan serta energi yang berdampingan dengan upaya pengembangan energi yang ramah lingkungan. Dengan ekonomi yang kokoh, maka layanan publik juga lebih baik dan terjangkau, termasuk pendidikan. Sebagai contoh, tak banyak kota yang memberikan keringanan biaya sekolah untuk anak-anak mahasiswa remaja yang sudah menginjak sekolah menengah dan berat menyesuaikan kemampuan bahasa Belanda yang sudah mahir untuk bersekolah di sekolah internasional berbahasa Inggris namun dengan biaya diskon yang sangat besar sehingga terjangkau untuk kocek mahasiswa.

Untuk pendidikan universitas, Universitas Groningen menjadi satu-satunya universitas yang memberikan bantuan subsidi perumahan untuk mahasiswa tingkat doktoral. Diharapkan dengan subsidi ini, mahasiswa doktoral yang sebagian sudah berkeluarga dapat memboyong keluarganya tinggal di Groningen sehingga mereka fokus menimba ilmu, menulis paper dan secara bertahap melakukan publikasi ilmiah sehingga mampu berkontribusi dalam mengerek kualitas universitas dari aspek penelitian. Di tilik dari aspek internasionalisasi, kehadiran jumlah mahasiswa asing juga berkontribusi dalam meningkatkan ranking universitas.

Dalam percaturan ranking universitas di aras global, secara umum Universitas Groningen berada di ranking ke-80 menurut majalah Inggris terkemuka yang secara berkala melakukan perankingan Times Higher Education (THE) World ranking. Secara lebih khusus per cabang ilmu ada di kisaran top seratus dunia, semisal Arts-Humanities berada di posisi ke-79, Business-Economics di ranking 53, Health di posisi ke-92, Life Sciences di ranking 73, dan ilmu-ilmu Sosial bertengger di urutan ke-69.

Perankingkan lain versi Academic Ranking of World Universities (ARWU) yang dikeluarkan the Shanghai Jiao Tong University, menempatkan Universitas Groningen di ranking ke-72 (2016) dengan capaian per bidang yang juga tak kalah ciamik, seperti Kedokteran klinik dan Farmasi (51-75), Ilmu Sosial (76-100), Teknik Kimia (76-100), dan ilmu material dan teknik (76-100).

Torehan emas capaian tersebut mencapai puncaknya di tahun 2016 dengan anugerah penghargaan yang paling bergengsi di jagat ilmu pengetahuan, yaitu hadiah Nobel bidang Kimia untuk Prof. Ben Feringa bersama Jean-Pierre Sauvage dari Perancis dan Sir James Fraser Stoddart dari Inggris dalam pengembangan mesin molekul (www.rug.nl).

Lima tahun sebelumnya, motor molekul Feringa diganjar dengan penghargaan tertinggi di Negeri Oranye, Spinoza prize. Keberhasilannya Feringa tak dapat dilepaskan dari tradisi akademi yang kokoh dan kolaborasi yang solid atas bimbingan begawan Kimia Groningen, Hans Wijnberg.

Tradisi akademik tak hanya bertumpu pada kegeniusan dan ketelatenan individual namun juga atmosfir yang tumbuh dan berkembang di kampus. Semaju dan canggihnya suatu kampus dengan segalan kelebihan sekaligus juga menyisakan banyak keterbatasan. Di sanalah, fleksibilitas pembelajaran berlaku di Universitas Groningen dan juga universitas di Belanda pada umumnya.

Hal ini dipraktekkan dengan kemudahan untuk semua staf termasuk mahasiswa doktoral untuk melakukan pembelajaran di kampus bahkan di negara lain. Sebagai contoh, jurusan di kampus sangat menonjol dalam tradisi pemodelan namun terbatas dalam kedalaman untuk melengkapinya dengan studi yang mendalam yang bersifat kualitatif. Untuk melengkapinya, peneliti diberi kesempatan untuk belajar di tempat lain atau juga pemagangan dalam waktu yang memadai dengan dukungan keuangan yang mencukupi sehingga tak sedikit mahasiswa PhD di Universitas Groningen, belajar enam bulan di salah satu universitas di Amerika Serikat atau Inggris. Hasil pembelajaran dan pemagangan tersebut nanti menjadi modal untuk dikembangkan dalam kerja sama lintas kepakaran sehingga kualitasnya makin ciamik.

Pertukaran guru besar atau kesempatan sabbatical leave untuk para maha guru juga sangat bermanfaat untuk memacu dan melakukan bench-marking dengan sejawatnya di universitas lain. Proses pembelajaran sepanjang hayat dan kolaborasi saling melengkapi inilah yang menjadi basis kemajuan tradisi akademik di negeri kincir angina, termasuk berbagi fasilitas, data dan lainnya yang muaranya saling memperkaya khazanah keilmuan dan sprektrum pengetahuan. Dengan fleksibilitas dan kerja sama model inilah, maka kualitas bintang lima bias diraih dengan biaya yang tak luar biasa lewat sinergi dan kolaborasi. [***]

Penulis adalah peneliti di the Inter-university Center for Social Science Theory and Methodology (ICS), University of Groningen, Belanda.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA