Kesan yang mendalam tersebut melahirkan keinginan sampai di usia yang mulai senja dengan moda transportasi becak yang barangkali di kota besar Indonesia pun sudah mulai jarang ditemui. Kesan tersebut mengkristal menjadi keinginan yang mendalam untuk memiliki becak dan bisa dikemudikan di negeri Oranye sekedar untuk dikendarai berdua bersama isteri terkasihnya, Uwak Asiyah, demikian mahasiswa Indonesia lazim menyapanya.
Usia yang semakin bertambah beriringan dengan kondisi kesehatan yang membutuhkan kontrol rutin membuat sang isteri khawatir jika keinginan yang mendalamnya, untuk memiliki becak tak terkabul sehingga dengan beragam upaya beruasaha mencari cara untuk mendapatkan becak. Lewat kenalan di tanah air yang pernah belajar dan mukim di Belanda, Uwak Asiyah meminta bantuan mencarikan becak yang cukup layak untuk bisa dikirim melintasi samudra ke Belanda.
Dengan usaha yang tidak sedikit sekaligus apik, jadikah becak yang cocok untuk ukuran orang Belanda dengan fisik yang kokoh dan tampilan yang ciamik. Perjuangan selanjutnya bagaimana becak tersebut bisa dikirim ke Delfzil dan ternyata tak mudah sebagaimana mengirim paket biasa. Akhirnya menemukan kenalan yang punya usaha pengiriman barang sehingga becak sampai di Delfzil dengan biaya lebih mahal dari sepeda motor namun menentramkan karena mampu mewujudkan cita-cita berbecak di Belanda.
Cerita tersebut menunjukkan bagaimana pentingnya kesan terutama untuk para pelancong yang selama ini kita dambakan datang ke tanah air untuk menambah devisa negara sekaligus menggerakkan roda perekonomian lokal, setidaknya di kawasan destinasi pariwisata dan sekitarnya termasuk akomodasi, rumah makan, sarana transportasi serta jasa ikutannya.
Jika para wisatawan terkesan dengan kunjungannya maka akan dengan mudah menyebarkan kesan tersebut baik lewat lisan sebagaimana zaman Om Menno dulu dan juga dilengkapi dengan beragam media sosial di zaman kiwari. Rekomendasi personal lebih kuat pengaruhnya untuk menarik para wisatawan daripada rekomendasi dan promosi pada umumnya yang sering dinilai sudah dikemas sedemikian rupa.
Di sinilah jargon Sapta Pesona yang sejak lama dikumandangkan dalam dunia perpariwisataan di tanah air menjadi penting. Bahkan Menteri Pariwisata paling popular, mendiang Joop Ave mengabadikan jargon tersebut dalam wujud gedung megah Sapta Pesona.
Sapta Pesona terdiri dari tujuh komponen, yaitu: aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah tamah dan kenangan. Jika komponen keamanan, ketertiban, kebersihan, kesejukan dan keindahan merupakan perpaduan ikhtiar banyak pihak namun ramah tamah dan kenangan bisa dilakukan oleh keunikan layanan personal. Di sinilah keramahtahaman yang akan meninggalkan kenangan menjadi penting untuk diinternalisasi, dirawat dan terus dipraktekkan apalagi keramahtamahan tersebut sudah menjadi ciri khas orang Indonesia sejak zaman dulu yang nampaknya kini semakin memudar.
Sekalipun identitas keramahtamahan sedikit pudar seiring dengan kuatnya arus dunia yang semakin materialistik dan kalkulatif namun Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) BPS terkait aspek modal sosial menunjukkan keramahtamahan dan kebersamaan serta sikap resiprokal masih cukup signifikan setidaknya di masyarakat perdesaan dengan tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Bahkan kemudahan untuk meminjam dan memberi pinjaman di saat tertentu juga masih cukup jamak di perdesaan namun di kalangan yang berpunya apalagi tinggal di perkotaan sudah semakin memudar.
Dalam prakteknya, kebersamaan dalam membantu korban bencana masih cukup nampak sebagaimana terjadi dalam pengalaman Tsunami di Aceh dan erupsi Merapi di Yogyakarta dengan gradasi yang bervariasi. Kembali kepada ikhtiar pemerintah untuk menggenjot sektor pariwisata, pengejawantahan Sapta Pesona menjadi penting untuk dipahami untuk semuapemangku kepentingan untuk bersinergi memastikan agar
Wisatawan akan senang berkunjung ke tujuan wisata yang aman, tenteram, tidak takut, terlindungi dan bebas tindak kriminal, penyebaran penyakit juga yang tidak melanggar hukum namun mengganggu seperti pemaksaan dalam penawaran barang dan jasa.
Di samping terjamin keamanannya, para pelancong juga merasakan adanya keteraturan atau ketertiban sehingga tak terjadi penyerobotan antrian dan juga layanan moda transportasi yang tertib. Ketertiban dan keteraturan akan lebih baik dengan dukungan keadaan tujuan wisata bebas dari kotoran, sampah, limbah, penyakit dan pencemaran sehingga merasa betah berlama-lama di setiap destinasi pariwisata. Di samping akomodasi yang bersih, ketersediaan rumah makan yang sehat dan bersih juga sangat penting.
Wisatawan dari negara-negara empat musim sangat senang dengan daerah tropik seperti Indonesia dengan limpahan karunia cahaya matahari yang nyaris tanpa henti. Teriknya matahari akan terasa gersang jika tidak diimbangi dengan kesejukan lingkungan tujuan wisata yang serba hijau, segar, rapi sehingga temperatur yang panas terkompensasi oleh suasana yang hijau mendeduhkan.
Selanjutnya, secara bertahap semua pemangku kepentingan pariwisata perlu terus meningkatkan kemampuan untuk menonjolkan keindahan destinasi pariwisata dengan menampilkan lingkungan yang menarik dan enak dipandang alias indah baik secara tata warna, tata letak, tata ruang dan tata gaya dan gerak yang serasi dan enak dilihat.
Kelima komponen tersebut akan menyisakan kesan yang kuat jika semua layanan dilakukan dengan penuh keramah-tamahan, suka tersenyum dan menarik hati sehingga meninggalkan kesan yang mendalam dan kenangan yang sulit dilupakan. Itulah hubungan kesan becak Om Menno dan esensi Sapta Pesona untuk pariwisata Indonesia yang lebih baik. Semoga!
[***]Penulis adalah peneliti di The Inter-university Center for Social Science Theory and Methodology (ICS),University of Groningen, The Netherlands.