Revisi UU Kewarganegaraan Bukan Solusi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Selasa, 23 Agustus 2016, 20:15 WIB
rmol news logo Pemerintah dan DPR keblinger dalam merespon kasus kewarganegaraan ganda Arcandra Tahar dan Gloria Natapradja Hamel. Apalagi dalam merespon dengan memulangkan 74 profesor di luar negeri dengan cara merevisi Undang-Undang Nomor 12/2006 tentang Kewarganegaraan.

Demikian dikatakan guru besar hukum internasional Universita Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana dalam diskusi di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (23/8‎).

"Saya terkejut dengan pernyataan Presiden dan Ketua DPR yang ingin memulangkan 74 professor di luar negeri, dengan merevisi UU Kewarganegaraan. Padahal, tak ada kaitan masalah Arcandra dan Gloria dengan UU Kewarganegaraan," katanya.

Menurut dia, sudah ditegaskan dalam undang-undang bahwa kedudukan menteri, pejabat publik sesungguhnya personifikasi dari negara.

"Sudah ditegaskan UU untuk mengisi jabatan itu adalah WNI, bukan WNA. Namun kalau untuk menjadi rektor UI saya pikir tidak ada masalah," ujar Hikmahanto.

Dia menambahkan, kalaupun profesor yang merupakan anak bangsa dan berstatus warga negara asing mau ditarik kembali ke Indonesia bisa saja dilaksanakan. Dan hal itu sebenarnya sudah diatur dalam UU Kewarganegaraan pasal 20 yang memakai dasar pertimbangan bahwa orang yang berjasa untuk kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar bisa kembali menjadi WNI.

Namun dia khawatir kalau untuk menjadi WNI harus lewat pertimbangan dari DPR. Sebab DPR adalah lembaga politik. Atau mengacu kepada pasal 31 yang mengharuskan bermukim selama lima tahun dan 10 tahun tidak berturut-turut.

"UU kita ini sudah maju dengan mengakomodir hasil perkawinan campur sampai dengan usia 18 tahun," pungkas Hikmahanto. [wah]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA