Demikian disampaikan analis politik yang juga Direktur Eksekutif Indobarometer, M. Qodari, dalam diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu pagi (5/3).
Ribut yang tidak perlu, dia contohkan seperti pada kasus Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Indonesia, Marwan Jafar, yang marah-marah karena tertinggal pesawat. Perilaku Marwan waktu itu dikritik oleh Sekretaris Kabinet, Pramono Anung.
"Ada menteri yang komentari menteri lain karena terlambat naik pesawat. Walau menteri itu salah karena dia menyalahkan direksi penerbangan, maka tak perlu menteri yang lain mengomentari menteri itu karena dia sudah dimarahi publik," jelasnya.
Menurut Qodari, ada gaduh yang sangat perlu. Misalnya terjadi pada isu Blok Masela. Kegaduhan terkait Blok Masela sangat perlu dibuka ke publik karena kaitannya dengan anggaran negara yang besar dan unsur kemanfaatan publik.
"Menurut saya ini bagus sekali. Saya beda pendapat dengan orang yang mengatakan ini gaduh. Menurut saya, ada gaduh positif dan negatif. Positif karena bergizi tinggi mirip gado-gado," terangnya.
Qodari tegaskan, debat mengenai nasib pengembangan Blok Masela atau masa depan Freeport membuka mata publik akan urusan-urusan yang tadinya bersifat sangat tertutup.
"Publik menjadi tahu, menjadi paham, mana kebijakan terbaik. Ujungnya akan kelihatan siapa benar dan siapa salah. Akan kelihatan itu semua persoalan yang selama ini disimpan," jelasnya.
Justru, lanjut dia, rakyat memerlukan orang-orang yang mau menjabarkan isu kepentingan bangsa dan negara yang selama ini tertutup dari publik.
"Kalau debatnya cuma di ruang kabinet apakah kita tahu? Kita enggak tahu. Perlu ada agen-agen yang menjabarkan informasi yang diwacanakan di dalam sehingga kita tahu kebijakan yang terbaik," jelasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: