"Saat itu saya harus berhenti dari MK karena saya harus terjun ke pentas politik. Bisa saja saya teruskan (jabatan di MK), tapi tidak etis," terangnya saat berdialog dengan redaksi
Rakyat Merdeka Group, di gedung Graha Pena, Jakarta, Rabu (30/10).
Mahfud pun mengakui, langkah etis tersebut justru berkonsekuensi pada makin sempitnya panggung politik dan pencitraan diri jelang 2014.
"Sekarang panggungnya kecil-kecil, dan lebih banyak ke kantong-kantong masyarakat. Itu melelahkan sekali," ucap profesor hukum tata negara ini.
Tapi Mahfud tak kehabisan akal. Ia mendirikan Mahfud MD (MMD) Initiative, yang menjadi dapur pencitraan, tempat mengolah serta memasarkan gagasan-gagasannya. Operasional para pendukungnya itu ada di bawah Yayasan Satu Tiga Lima. Angka 135 diambil dari tanggal kelahiran Mahfud, 13 Mei (bulan kelima) tahun 1957.
"Saya punya jaringan (pendukung) hampir di seluruh Indonesia dengan berbagai nama. Saat ini mereka masih memakai nama sendiri-sendiri, yang pada saatnya nanti akan dikendalikan dari Jakarta," ungkapnya.
Di internal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang sudah resmi menetapkannya sebagai bakal calon presiden, pun Mahfud kerap kalah saing dengan kharisma pendangdut kawakan, Rhoma Irama. Raja Dangdut itu lebih sering berdempetan dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) saat kunjungan ke konstituen PKB di daerah-daerah. Meski begitu, Mahfud tidak pernah merasa dianaktirikan oleh PKB. Menurut dia, apa yang dilakukan Imin itu sudah benar.
"Seandainya saya jadi Imin, saya juga akan begitu. Orang seperti Rhoma itu harus ditempel, sehingga tidak terkesan main-main," tegasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: