Putusan MK Soal Netralitas TNI/Polri Kontroversial

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Selasa, 15 Januari 2013, 19:51 WIB
Putusan MK Soal Netralitas TNI/Polri Kontroversial
ridwan darmawan/ist
RMOL.  Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) mengkritisi Mahkamah Konstitusi terkait putusannya menolak uji materiil UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.

"Putusan MK yang dibacakan hari ini kontroversial. Kami sebagai pihak pemohon dan atau kuasa hukum, tidak pernah dipanggil untuk mendengarkan atau mengikuti sidang pleno MK yang memeriksa persidangan atas perkara ini," kata Wakil Ketua IHCS, Ridwan Darmawan kepada Rakyat Merdeka Online, Selasa (15/1).

Persidangan MK atas perkara ini, kata dia, tidak sesuai dengan hukum acara sebagaimana dilakukan pada persidangan judicial review perkara-perkara lainnya. Persidangan hanya dilakukan dua kali, yakni persidangan pendahuluan dengan agenda pemeriksaan kelengkapan berkas gugatan dan persidangan dengan agenda pembacaan putusan.

"Tidak ada pemeriksaan keterangan ahli, DPR atau pemerintah. Ini preseden buruk bagi perkembangan hukum serta kewibawaan MK kedepan," demikian Ridwan.

Seperti diketahui, pada 3 Juli 2012, IHCS mendaftarkan gugatan uji materi Undang Undang No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah ke MK. Menurut mereka, Pasal 59 ayat 5 dalam UU tersebut tidak sesuai dengan prinsip negara hukum, menimbulkan ketidakpastian hukum serta tidak menjamin netralitas TNI/Polri dan dapat mengancam keutuhan negara. 

Pasal 59 ayat 5 huruf (g) UU Pemda dinilai bertentangan dengan Pasal 1 ayat 3 dan Pasal 28 D ayat 1 UUD 1945. Pasal tersebut juga dinilai bertentangan dengan Pasal 28 J ayat (2) dan Pasal 30 UUD 1.

Sementara MK dalam putusannya yang dibacakan hari ini (Selasa, 15/1), menolak uji materiil yang diajukan IHCS. MK memandang gugatan pemohon tidak beralasan, dan menyatakan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 39 UU No 34/2004 tentang TNI dan Pasal 28 UU No 22/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia telah dianulir pemberlakuannya oleh Pasal 59 ayat 5 huruf (g) UU No 34/2004 sebagaimana diubah oleh UU No 12/2008 tentang Pemerintahan Daerah.

MK memandang frasa "surat pernyataan mengundurkan diri" harus diartikan telah memberikan kepastian atas persyaratan yang jelas kepada anggota TNI/Polri yang akan mendaftarkan diri menjadi peserta pemilukada. Sementara terkait tindaklanjut dari surat pernyataan pengunduran diri seorang calon yang berasal dari TNI/Polri bukanlah kewenangan dan kewajibannya. Tetapi menjadi tangung jawab atasan anggota TNI dan Polri tersebut.

MK juga berpandangan bila surat pernyataan pengunduran diri harus diartikan sebagai telah benar-benar mengundurkan diri dari instansinya yakni TNI maupun Polri, maka hal itu telah menghalangi hak warga negara untuk berpartisipasi dalam pemerintahan sebagaimana telah dijamin oleh UUD 1945. [dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA