Pengganti Abdullah Hehamahua Jangan yang Doyan Intrik

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Minggu, 23 Desember 2012, 13:27 WIB
gandjar laksmana/ist
rmol news logo Penasihat KPK awalnya didesain tidak permanen menempel di KPK dengan fungsi yang tidak terlalu strategis. Penasihat KPK hanya perlu datang kalau ada forum-forum tertentu saja.

Tapi dalam perkembangannya, seorang penasehat KPK seringkali ikut dilibatkan dalam hal-hal teknis misalnya hadir dalam gelar perkara. Oleh karenanya perlu bagi pimpinan KPK menunjuk figur dengan kriteria tertentu untuk dijadikan sebagai penasehat.

Begitu disampaikan pengamat hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Gandjar Laksmana Bonaprapta, kepada Rakyat Merdeka Online, Minggu (23/12), menanggapi segera pensiunnya dua penasihat KPK saat ini, Abdullah Hehamahua dan Said Zainal Abidin.

Masa tugas Abdullah dan Said Zainal segera berakhir karena sudah 4 tahun menjabat. Abdullah dan Said Zainal dipilih oleh pimpinan KPK atas rekomendasi Panitia Seleksi Penasehat KPK yang diketuai Prof Jimmly Asshiddiqie yang proses seleksinya dimulai Februari 2009.

"Penasihat ini semacam bapaknya KPK. Figurnya sederhana, bersahaja, punya pengetahuan dan wawasan yang luas. Tidak perlu orang yang menguasai bidang tertentu," kata Gandjar.

Cukuplah, kata dia, pengganti Abdullah Hehamahua dan Zainal Abdini orang yang punya karakter seperti keduanya. Abdullah misalnya sangat bersahaja, sederhana, landasan agamanya kuat, pengetahuannya baik, tidak suka kongkow-kongkow dengan pejabat, pengusaha atau orang-orang yang berpotensi terlibat kasus.

"Jangan pikir harus cari superman juga, kita cari orang yang hidupnya wajar, lurus dan normal. Misalnya ada Anis Baswedan, Komaruddin Hidayat, Frans Magnis Suseno, atau Syafii Maarif. Mereka saya kira bisa jadi bapaknya KPK," usul dia.  

Di lain hal, lanjut dia, perlu juga yang jadi penasehat KPK itu figur-figur yang independen, yang tidak suka melakukan intrik-intrik politik bahkan sudah pernah memposisikan dirinya pada blok politik tertentu.

"Urusan pemberantasan korupsi urusan sandera menyadera. Semua orang tidak luput dari kesalahan. Tapi saya kira perlu orang yang kesalahannya tidak bisa dijadikan bergain oleh para koruptor yang kasusnya sedang ditangani KPK. Penasehat KPK jangan diisi orang yang kesalahannya berkonsekuensi hukum, nanti bisa dipidana, atau sejenisnya. Bisa ada serangan balik dari koruptor," jelasnya.

Dia tidak setuju dengan pendapat penasihat KPK harus diisi pakar yang menguasai bidang tertentu misalnya pakar hukum pidana atau pakar keuangan dan perbankan. Penasehat KPK tidak perlu diisi orang-orang seperti ekonom senior Rizal Ramli atau Kwik Kian Gie, seperti yang diusulkan kalangan LSM.

Koordinator LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman misalnya beralasan, kemampuan yang dimiliki Rizal Ramli dan Kwik Kian Gie bisa mempertajam mata pedang pemberantasan korupsi terkait kasus korupsi keuangan dan perbankan, yang selama ini terkesan tidak dapat dibongkar dengan maksimal.

"Kalau orang yang menguasai seperti itu lebih baik jadi pimpinan KPK sekalian. Penasehat harusnya tahu banyak tentang segala aspek, bukan hanya satu sektor," demikian Gandjar. [dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA