Penyakit doyan "medali" abal abal dengan menjual aset, kekayaan negara, dan sumber daya alam, telah menular di kalangan Istana.
Setelah Presiden SBY menukar Blok Tangguh Train III dengan "lempengan tembaga" gelar ksatria dari Ratu Inggris, kini giliran Menkoperekonomian Hatta Rajasa yang juga besan SBY, menukar proyek miliaran dolar dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dengan "lempengan medali" dari Korea Selatan.
"Gelar The First Rank of the Order Diplomatic Service Merit yang diterima Hatta Rajasa merupakan balas jasa atas kesediaannya menyerahkan mega proyek miliaran dolar pada Korea Selatan," kata pengamat ekonomi dari Indonesia for Global Justice, Salamuddin Daeng, dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi, Minggu (1/12).
Gelar The First Rank of the Order Diplomatic Service Merit sendiri sudah diterima Hatta Rajasa dari pemerintah Korea Selatan yang diberikan melalui Dubes Korea Selatan untuk Indonesia pada Jumat (12/12) lalu di Hotel Grand Hyatt, Jakarta.
Menurut Salamuddin, melalui proyek MP3EI Hatta Rajasa akan menyerahkan sekitar 8 mega proyek untuk dikuasai Korea Selatan. Diantaranya jembatan Selat Sunda, proyek gas alam terkompresi (compressed natural gas/CNG), pembangunan rel kereta api Bengkulu-Muara Enim, restorasi Sungai Ciliwung, pembangunan kluster industri berbasis pertanian, pembangunan jembatan Batam-Bintan, pembangunan pembangkit batubara di Sumatera Selatan, dan pembangunan kantor cabang perusahaan kapal asal Korea Selatan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME).Total nilai delapan proyek itu sebesar 50 miliar dolar AS.
Sebelumnya lanjut dia, Pemerintah telah menyerahkan Krakatau Steel kepada Posko perusahaan manufaktur baja Korea, yang nantinya akan menopang mega proyek infrastuktur yang diserahkan oleh Hatta Rajasa. Maka seluruh keuntungan dari investasi tersebut akan dinikmati oleh Korea Selatan dan Indonesia hanya akan menerim ampasnya saja.
Dia mengingatkan, proyek MP3EI tersebut nantinya dibiayai dengan skema Public Private Partnership (PPP) yang pasti membenani negara dan rakyat di masa depan. PPP akan memaksa pembelian kembali oleh pemerintah melalui APBN. Selain itu rakyat harus membayar dengan sangat mahal baik melalui pajak maupun pembayaran langsung.
"Penyakit doyan "medali" abal abal dengan menjual aset, kekayaan negara dan sumber daya alam telah menular di kalangan Istana. Semakin banyak medali yang dikalungkan di leher elite istana negara, semakin kencang jeratan dominasi asing terhadap negeri ini," demikian Salamuddin. [dem]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: