Direktur HIP: Protes Petani Buol Salah Alamat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Jumat, 19 Oktober 2012, 18:04 WIB
Direktur HIP: Protes Petani Buol Salah Alamat
ilustrasi
rmol news logo Perusahaan kelapa sawit PT Hardaya Inti Plantation (HIP) memperoleh lahan perkebunan di Kabupaten Buol Sulawesi Tengah dengan cara yang sah, berdasarkan ijin lokasi dan ijin prinsip yang dikeluarkan instansi berwenang. Bukan karena merebut dari petani di wilayah tersebut.

Begitu disampaikan Direktur PT HIP, Bambang AS, kepada wartawan di Jakarta, Jumat (19/10). Ia katakan, meski semua dokumen lahan memiliki keabsahan hukum namun pihaknya tetap akomodatif terhadap protes warga. Perusahaan telah duduk bersama Pemda dan masyarakat setempat sejak tahun 2000 dan telah dicapai kesepakatan bahwa Pemda akan memberikan ganti lahan. Oleh karena itu jika masih ada yang kurang puas mestinya datang ke Pemda, bukannya malah memprotes ke PT HIP.

Bambang menjelaskan, dua hari lalu (16/10) pihaknya telah menerima masyarakat yang tergabung dalam Forum Tani Buol (FTB) dan berhasil dicapai sejumlah kesepakatan. Tapi disayangkan meski sudah tercapai kesepakatan namun warga justru mendatangi sejumlah lembaga di Jakarta dan berkampanye lewat media massa, menyebarkan opini seolah-olah perusahaan telah bersikap jahat dengan mencaplok tanah warga. Penjelasan Bambang HS ini disampaikan menyusul adanya protes dari beberapa orang yang tergabung dalam Forum Tani Buol, yang mengatakan bahwa PT HIP telah menyerobot lahan warga, sehingga mereka datang ke Jakarta mengadukan permasalahan ini ke Walhi dan Komnas HAM.

Hal senada juga disampaikan oleh Syarif Labboko, ketua Koperasi Plasma Fi Sabilillah, Buol yang juga merupakan tokoh petani Buol, yang dihubungi terpisah. Ia menjelaskan masalah sengketa lahan warga dengan PT HIP telah diselesaikan secara musyawarah pada tahun 2000, sehingga dirinya heran jika saat ini masih ada warga yang mengklaim tanahnya diserobot perusahaan.Syarif menghimbau jika masih ada warga yang kurang puas mestinya membicarakannya dengan Pemda dan dengan koperasi plasma setempat, bukannya malah ke berbagai lembaha di Jakarta.

"Kalau mau menyelesaikan masalah mestinya duduk bersama dengan kita di Buol, kalau berkoar-koar ke Jakarta pasti tidak akan menyelesaikan masalah, karena inikan sebenarnya urusan Pemda," katanya.

Bambang menjelaskan bahwa pihaknya mendapatkan lahan pada tahun 1994 berdasarkan ijin lokasi yang dikeluarkan oleh Pemda, yang kemudian ditanami kelapa sawit mulai tahun 1995. Pada tahun 2000 memang ada tuntutan warga yang mengklaim lahannya masuk areal perkebunan, dan mereka melakukan protes pada Mei 2000. Saat itu massa memblokir akses perkebunan, menduduki kantor perusahaan, dan memaksa pegawai yang ada di kantor untuk menandatangani kesepakatan bahwa perusahaan akan mengembalikan lahan yang diklaim warga.

Pada pertemuan yang dimediasi Bupati Buol, A Karim Hanggi, Juni 2000, dicapai kesepakatan. bahwa Pemda akan memberikan penggantian lahan seluas 400ha dan perusahaan berkewajiban membangun perkebunan kelapa sawit di lahan tersebut yang kemudian akan dibagikan kepada warga. Penyediaan lahan dan pembangunan kebun kelapa sawit telah direalisasikan dan dibagikan kepada 191 warga, dan kini lahan telah berproduksi, bahkan sejumlah 191 petaninya sudah bergabung dalam koperasi plasma tersendiri.

Dijelaskan oleh Bambang, yang menentukan siapa saja yang berhak mendapatkan penggantian lahan adalah pihak Pemda dan musyawarah masyarakat setempat Bukannya PT HIP yang menentukan. Namun rupanya setelah dilakukan penggantian lahan masih ada warga yang merasa belum mendapat jatah, dan mereka lalu memprotes ke PT HIP.Menurut Bambang, jika masih ada warga yang memprotes tentunya mereka harus membicarakannya ke Pemda dan ke koperasi plasma, bukannya malah menuntut ke PT HIP.

"Mestinya mereka mempertanyakan hal itu kepada Pemda, karena masalah penggantian lahan merupakan kewajiban Pemda. Kalau mereka menuntut perusahaan, itu salah alamat," kata Bambang.

Meski sebenarnya masalah penggantian lahan bukan kewajiban PT HIP, namun perusahaan tetap beriktikad baik dengan menjalin komunikasi dan mengakomodasi adanya warga yang masih memprotes. PT HIP tetap memperhatikan warga yang mengklaim tersebut, termasuk dengan menggelar pertemuan dengan Forum Tani Buol tanggal 16 Oktober lalu di Jakarta.

"Kemarin kita menerima kedatangan mereka. Dalam pertemuan itu kita sepakat  bahwa kedua pihak akan melakukan proses pengembalian lahan, dan akan dibuat kerangka acuan untuk tujuan itu," kata Bambang.

Bambang menyayangkan, baru saja mereka keluar dari meja perundungan dan mencapai kesepakatan, tetapi kenapa mereka berkoar-koar di luar seolah-olah terjadi konflik yang sengit antara perusahaan dengan warga.

"Kenapa mereka ciptakan opini seolah-olah perusahaan telah bersikap jahat, padahal kita sudah duduk bersama, dan sudah bersepakat," kata Bambang. [dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA